Kolom Desa

Grebek Suro, Perayaan Syukur dan Kebersamaan dalam Budaya di Lumajang

LUMAJANG – Grebek Suro adalah perayaan yang juga dipandang sebagai ucapan rasa syukur dalam budaya Jawa, khususnya di daerah Jawa Timur. Tradisi Grebek Suro diadakan pada 1 Muharram, yang merupakan tahun baru dalam kalender Hijriyah.

 

Ucapan rasa syukur diungkapkan oleh masyarakat Jawa dalam bentuk perayaan ini untuk berterima kasih kepada Tuhan atas limpahan nikmat dan berkah yang telah diberikan sepanjang tahun sebelumnya. Masyarakat Jawa meyakini bahwa Grebek Suro adalah waktu yang penuh berkah dan keberuntungan baru yang harus disambut dengan sukacita dan rasa syukur.

 

Selama perayaan Grebek Suro, masyarakat mengumpulkan berbagai hasil bumi dan memberikan persembahan sebagai ungkapan rasa syukur atas panen yang melimpah. Gunungan Hasil Bumi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menjadi salah satu simbol utama dalam menyatakan rasa syukur kepada Tuhan atas berkat alam yang melimpah.

 

“Kegiatan tersebut merupakan kearifan lokal masyarakat yang tetap harus dijaga sebagai warisan budaya leluhur. Grebeg Suro diawali dengan arak-arakan gunungan hasil bumi, kepala sapi, ingkung dan abu rampen yang diiringi oleh tari oling,” kata Kepala Desa Sumbermujur, Syafi’i di Lumajang.

 

Selain itu, Grebek Suro juga menjadi momen di mana masyarakat saling bermaafan dan berbagi kebahagiaan. Tradisi ini mendorong semangat gotong-royong dan kebersamaan di antara warga, mengingatkan mereka tentang pentingnya persatuan dan toleransi dalam menjalani kehidupan.

 

Dalam keseluruhan acara Grebek Suro, elemen keagamaan dan nilai-nilai kehidupan bersatu dalam satu wadah perayaan. Ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan antara tradisi, budaya, dan keyakinan agama di masyarakat Jawa.

Rangkaian acara Grebek Suro Lumajang, Sumber Foto: Visit Lumajang
Rangkaian acara Grebek Suro Lumajang, Sumber Foto: Visit Lumajang

“Grebek Suro ini agenda tahunan dan acara wajib Desa Sumbermujur sebagai bagian dari pelestarian adat dan budaya,” ujar Rudi Mulyono, Bendahara Pokdakwis yang juga Kepala Dusun Umbul Sari, Desa Sumber Mujur.

 

Perayaan ini merupakan momen yang sangat berarti bagi masyarakat Jawa sebagai bentuk ungkapan syukur dan kebersamaan. Semangat rasa syukur yang diungkapkan selama Grebek Suro juga menjadi pengingat bagi semua orang untuk selalu menghargai dan bersyukur atas segala berkah dan nikmat yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Gunungan Hasil Bumi Saat Grebek Suro

 

Gunungan Hasil Bumi merupakan salah satu elemen penting dalam budaya Jawa, termasuk dalam berbagai perayaan dan pertunjukan seni tradisional, seperti wayang kulit dan upacara Grebeg Suro. “Gunungan” sendiri berarti gunung atau tumpukan, sedangkan “Hasil Bumi” mengacu pada berbagai hasil pertanian dan kekayaan alam lainnya.

 

Gunungan biasanya berbentuk tumpukan kain yang dihiasi dengan berbagai macam hasil bumi, seperti buah-buahan, sayuran, bunga, dan padi. Bentuknya mirip dengan gunung atau kerucut, dan sering dianggap sebagai simbol kekayaan alam dan kemakmuran. Setiap unsur dalam gunungan memiliki makna simbolis dan filosofis dalam tradisi Jawa.

 

Dalam pertunjukan wayang kulit, Gunungan Hasil Bumi ditempatkan di antara dalang (pengendali wayang) dan para wayang. Penggunaan gunungan ini memiliki makna religius dan kosmologis. Gunungan melambangkan alam semesta dan sebagai jembatan antara dunia manusia dengan dunia roh atau dunia gaib.

 

Selain itu, Gunungan Hasil Bumi juga menjadi bagian penting dalam upacara Grebeg Suro. Upacara ini merupakan perayaan tahun baru Islam yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama di wilayah Jawa Timur. Pada perayaan ini, masyarakat mengumpulkan berbagai hasil bumi dan menatakannya dalam bentuk Gunungan yang besar dan indah.

Gunungan di acara Grebek Suro Lumajang, Sumber Foto: Kabupaten Lumajang

Prosesi Grebeg Suro melibatkan berbagai kesenian tradisional, seperti tarian, musik, dan berbagai pertunjukan seni lainnya. Selama prosesi, Gunungan Hasil Bumi dibawa berkeliling desa atau kota dengan diarak oleh warga dengan penuh semangat. Di akhir perayaan, Gunungan tersebut dibuka, dan hasil bumi yang ada di dalamnya dibagikan kepada masyarakat sebagai simbol keberkahan dan berbagi.

 

Tradisi Gunungan Hasil Bumi merupakan warisan budaya yang berharga dan mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, gotong-royong, dan penghormatan terhadap alam dan hasil bumi. Ia juga mengajarkan pentingnya menjaga dan menghormati sumber daya alam untuk kesejahteraan bersama dan keberlanjutan lingkungan.

 

“Semoga dengan acara Grebek Suro ini masyarakat Desa Sumbermujur hidup makmur,” kata Agni Asmara Megatrah Camat Candipuro.

 

Sejarah Grebek Suro sebagai perayaan tahun baru dalam budaya Jawa berasal dari masa-masa awal penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Tradisi ini memiliki akar sejarah yang sangat kaya dan kompleks, melibatkan campur tangan berbagai elemen budaya dan agama.

 

Beberapa teori menyebutkan bahwa Grebek Suro memiliki akar dari tradisi agama Hindu dan Buddha sebelumnya. Dalam agama Hindu, perayaan tahun baru disebut “Nyepi” yang diperingati di Bali, sementara dalam agama Buddha, perayaan tahun baru disebut “Waisak” yang diperingati di Borobudur, Jawa Tengah. Ketika agama Islam masuk ke Jawa, tradisi ini kemudian bergabung dengan elemen-elemen Islam dan mempengaruhi perkembangan Grebek Suro seperti yang kita kenal saat ini.

 

Secara historis, Grebek Suro telah menjadi tradisi yang lekat dengan masyarakat Jawa, terutama di Jawa Timur. Perayaan ini menjadi simbol integrasi budaya Jawa yang kental dengan nilai-nilai Islam, mencerminkan sejarah panjang harmoni antara kepercayaan lokal dan agama Islam.

 

Grebek Suro juga memiliki asosiasi dengan sejarah perlawanan melawan penjajahan. Pada masa lalu, tradisi ini menjadi momen di mana masyarakat menggunakan ekspresi budaya untuk menyampaikan semangat kebangsaan dan perlawanan terhadap penindasan.

 

Selama perayaan Grebek Suro, masyarakat Jawa berkumpul untuk menyambut tahun baru Islam dengan rasa syukur dan kebahagiaan. Gunungan Hasil Bumi yang menjadi simbol utama dalam perayaan ini juga memiliki keterkaitan erat dengan pertanian dan upacara panen, menggambarkan pentingnya hubungan dengan alam dalam kehidupan masyarakat agraris.

 

Seiring berjalannya waktu, Grebek Suro terus mengalami perkembangan dan penyesuaian sesuai dengan konteks sosial dan budaya di masyarakat Jawa. Namun, nilai-nilai dan makna filosofis dari perayaan ini tetap menjadi bagian yang tak ternilai dari warisan budaya yang harus dilestarikan dan dijaga oleh generasi mendatang.

Tradisi Grebek Suro, Sumber Foto: Kabupaten Lumajang

Keunikan Grebek Suro Lumajang

 

Keunikan dari tradisi Grebek Suro memiliki daya tarik yang khusus dan membedakannya dari perayaan lainnya. Berikut adalah beberapa elemen yang membuat Grebek Suro unik:

 

Kaitannya dengan Kalender Hijriyah: Grebek Suro merupakan perayaan tahun baru dalam kalender Hijriyah, yang digunakan oleh umat Islam. Tradisi ini memiliki makna spiritual yang kuat karena masyarakat Jawa merayakannya sebagai waktu untuk memulai tahun baru dengan keberkahan dan kebahagiaan.

 

Simbolisme Gunungan Hasil Bumi: Gunungan Hasil Bumi menjadi simbol utama dalam Grebek Suro. Bentuknya yang menyerupai gunung atau kerucut memiliki makna filosofis tentang kekayaan alam dan kemakmuran. Gunungan ini juga menyiratkan makna kosmologis sebagai jembatan antara dunia manusia dan dunia gaib.

 

Menggabungkan Nilai Agama dan Budaya: Grebek Suro menggabungkan elemen agama dan budaya secara harmonis. Perayaan ini mencerminkan kesatuan antara keyakinan agama Islam dengan nilai-nilai budaya lokal Jawa. Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya dan agama dalam membentuk identitas masyarakat Jawa.

Tradisi Grebek Suro, Sumber Foto: Visit Lumajang

Beragam Pertunjukan Seni: Grebek Suro menampilkan beragam pertunjukan seni tradisional, seperti tarian, musik, wayang kulit, dan pertunjukan lainnya. Kesenian ini memberikan warna dan keunikan tersendiri dalam perayaan ini, menarik minat pengunjung dan menghidupkan suasana.

 

Pesan Gotong Royong dan Kebersamaan: Perayaan ini menekankan nilai gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat. Semangat berbagi dan saling membantu antarwarga tercermin dalam prosesi pembagian hasil bumi yang terkumpul dalam Gunungan Hasil Bumi.

 

Hubungan dengan Alam dan Pertanian: Grebek Suro berhubungan erat dengan alam dan pertanian. Perayaan ini menjadi waktu untuk merayakan hasil panen yang melimpah dan bersyukur atas berkah alam yang diberikan.

 

Warisan Budaya dan Identitas Lokal: Grebek Suro merupakan bagian dari warisan budaya Jawa yang telah dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. Perayaan ini juga menjadi bagian penting dalam menjaga identitas lokal masyarakat Jawa Timur.

 

Melestarikan Tradisi Kuno: Grebek Suro merupakan salah satu bentuk upaya untuk melestarikan tradisi kuno yang mengandung nilai-nilai luhur dan makna mendalam. Perayaan ini menjadi momen untuk mengenang dan mempertahankan warisan budaya yang tak ternilai.

 

Melalui keunikan-keunikan ini, Grebek Suro terus menjadi perayaan yang kaya akan makna dan pesan, mengikat hati dan semangat masyarakat Jawa Timur dalam semangat syukur dan kebersamaan.

 

Editor : Ani

Exit mobile version