JAYAPURA — Sejak bulan Mei lalu, Dua distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, mengalami cuaca ekstrem dengan temperatur suhu udara sangat dingin serta tanpa hujan hingga saat ini. Kondisi tersebut menyebabkan tanaman warga, seperti ubi dan keladi di kebun mereka rusak.
”Cuaca ekstrem mengakibatkan tanaman warga dalam kondisi membusuk. Warga yang kelaparan terpaksa mengonsumsi tanaman tersebut sehingga terserang diare,” ungkap Bupati Willem Wandik, pada Kamis (20/7/2023).
Kini Pemerintah Kabupaten Puncak telah menetapkan status tanggap darurat untuk penanganan bencana tersebut. Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh Bupati Puncak Willem Wandik dalam siaran persnya.
“Total sekitar 3.000 warga yang bermukim di Distrik Agandugume dan 4.000 warga di Distrik Lambewi. Mayoritas masyarakat di kedua distrik ini berprofesi sebagai petani,” ungkap Willem.
Willem menuturkan, Pemkab Puncak telah menetapkan status tanggap darurat selama dua bulan. Akan tetapi, upaya pengiriman bantuan makanan ke dua distrik ini terkendala faktor keamanan.
Ia mengaku belum ada maskapai penerbangan yang berani membawa bantuan makanan dari daerah Ilaga, ibu kota Puncak, ke dua distrik tersebut. Sebab, rawan penembakan pesawat oleh kelompok kriminal bersenjata.
”Kami telah berupaya mendistribusikan 2,3 ton bantuan makanan, seperti beras, minyak goreng, garam dan mi instan, ke Distrik Sinak yang berbatasan dengan dua distrik tersebut. Perwakilan warga dari dua distrik ini yang akan mengambil bantuan tersebut di Sinak,” tutur Willem.
Willem menambahkan, Pemkab Puncak membuka diri apabila pemerintah pusat dan Pemprov Papua Tengah ingin memberikan bantuan makanan bagi warga yang terdampak bencana kelaparan. Ia pun meminta pihak KKB tidak menembaki pesawat yang membawa bantuan makanan yang sangat dibutuhkan warga.
”Kami mempersilakan berbagai pihak yang ingin memberikan bantuan dalam penanganan kelaparan di dua distrik ini. Masyarakat sangat membutuhkan bantuan makanan di tengah kondisi saat ini,” ujarnya.
Cuaca ekstrem mengakibatkan tanaman warga dalam kondisi membusuk. Warga yang kelaparan terpaksa mengonsumsi tanaman tersebut sehingga terserang diare.
Sementara itu, Manajer Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Jonathan Koirewoa mengatakan, pihaknya siap bersinergi dengan Pemkab Puncak dan Pemprov Papua Tengah dalam penanganan musibah kelaparan di dua distrik tersebut. Diketahui Papua Tengah merupakan provinsi yang dimekarkan dari Papua pada akhir tahun 2022.
”Papua sebagai provinsi induk dari tiga provinsi baru, yakni Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan. Kami siap membantu dalam penanganan bencana di tiga provinsi ini,” ucap Jonathan.
Di samping itu, Guru Besar Sosiologi dari Universitas Cenderawasih, Jayapura, Avelinus Lefaan, berpendapat, masyarakat di daerah pegunungan Papua sebenarnya sudah memiliki kearifan lokal untuk menyiapkan cadangan makanan. Namun, jumlah cadangan makanan itu tidak memadai untuk mengantisipasi dampak cuaca ekstrem.
Avelinus juga menilai, pola tanam masyarakat pegunungan di dataran tinggi tidak lagi bisa diterapkan di tengah ancaman bencana alam akibat perubahan iklim yang sering terjadi, misalnya banjir bandang dan longsor hingga embun beku.
”Pemerintah daerah melalui instansi terkait dan tenaga penyuluh harus menyosialisasikan kepada masyarakat untuk mengubah budaya pertaniannya. Pola tanam umbi-umbian dan sayur harus beradaptasi dengan kondisi perubahan iklim yang kini melanda dunia,” kata Avelinus.
Penulis: Ulfa
Editor: Danu