Polemik Pembangunan Gua Maria, Kades Klaim Punya Surat

Lokasi rencana pembuatan patung Bunda Maria di mata air Waelokom, Desa Loha, Kecamatan Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, sudah mulai dibabat Sumber Foto: Istimewa
Lokasi rencana pembuatan patung Bunda Maria di mata air Waelokom, Desa Loha, Kecamatan Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, sudah mulai dibabat Sumber Foto: Istimewa

MANGGARAI – Pembangunan lokasi wisata rohani Gua Maria di Desa Loha, Kabupaten Manggarai, yang rencananya dibangun dengan dana pihak ketiga itu menuai polemik. Pasalnya, rencana tersebut mengalami penolakan dari penerus ulayat kampung Handeng yang merupakan pemegang hak tanah tersebut.

 

“Tanah tersebut merupakan hak dari masyarakat ulayat Kampung Handeng yang merupakan warga asli di lokasi tersebut yang telah hidup turun temurun dan tidak pernah menyerahkan tanah tersebut ke pemerintah Desa Loha,” ungkap Salah satu penerus ulayat Kampung Handeng, Walterius Jemaan, Kamis (13/7/2023).

 

Selain karena lokasi tanah yang di klaim bukan milik Desa Loha, lokasi rencana pembangunan Gua Maria juga dekat dengan mata air Waeloha. Mata air tersebut diketahui merupakan sumber air bagi kurang lebih seribu warga Desa Loha dan desa sekitar.

 

Walterius menyebut dengan penebangan pohon disekitar mata air tentu akan mengganggu keberlangsungan mata air dan bisa menyebabkan kekeringan. Karena mata air Waeloha diketahui mata air yang tak pernah mati sepanjang tahun dan telah menjadi sumber bagi warga dan mengairi sawah di desa tersebut.

 

Sementara itu, Kepala Desa Loha mengaku pihaknya tidak memegang bukti kepemilikan lokasi tanah tempat akan dibangunnya wisata rohani gua Maria di desa tersebut. Terkait status kepemilikan tanah, Kades Loha mengklaim tanah lokasi rencana pembangunan Gua Maria merupakan tanah desa yang sudah diperoleh Pemerintah Desa Loha sejak tahun 70-an, jauh sebelum ia menjadi kades.

 

Walau begitu ia tidak bisa memberikan atau menunjukan bukti bahwa tanah tersebut merupakan milik Pemerintah Desa Loha. Ia masih bersikeras bahwa tanah yang dijadikan lokasi pembangunan objek wisata religi tersebut merupakan tanah desa.

 

“Coba saja diambil kembali, kalau hal itu mendasar sekali bagi penguasa ulayat-nya itu,” tutupnya.

 

Penulis: Erdhi

Editor: Rizal

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *