Kampung Konservasi Kelor, Inovasi Atasi Stunting di Desa Ngawenombo

Desa Ngawenombo berhasil meningkatkan perekonomian melalui konservasi kelor organik. Desa ini menjadi destinasi kunjungan para pengusaha dari mancanegara. Selain itu, Budidaya kelor di desa ini mampu menekan angka stunting.
Festival Kelor di Puri Kelorina, Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora. Sumber foto: Pemkab Blora
Festival Kelor di Puri Kelorina, Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora. Sumber foto: Pemkab Blora

BLORA – Kelor telah membawa perubahan besar pada ekonomi warga Desa Ngawenombo. Mengapa tidak, desa yang dulunya hidup dalam kemiskinan dengan status gizi yang kurang baik, kini tengah menjadi sorotan publik setelah sukses menjadi kampung konservasi kelor.

 

Dahulu, hampir sebagian besar warga Desa Ngawenombo menggantungkan hidupnya dari hasil bertani seperti jagung, singkong dan kedelai. Mereka hidup pas-pasan bahkan tak punya jaringan irigasi untuk sawahnya.

 

Desa yang terletak di Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini jauh dari perkotaan, terpencil dan tidak terhubung dengan jalan aspal. Pendapatan warga yang sangat rendah, membuat warga tak mampu membeli makanan yang bergizi. Akibatnya  kesehatan mereka sangat rentan. Tak hanya itu, Desa ini letaknya sangat jauh dari Puskesmas. Sehingga warga masih mengandalkan pengobatan tradisional untuk masalah kesehatan.

 

Namun, pada tahun 2010 adanya budidaya kelor berhasil merubah wajah Desa Ngawenombo.  Seorang bernama Ai Dudi Krisnadi yang merupakan warga setempat datang membawa perubahan. Ia merintis Kampung Konservasi Kelor dengan mendirikan Moringa Organik Indonesia (MOI). Dia mengembangkan sentra budidaya tanaman kelor (moringa oleifera) di atas lahan seluas 3 hektar. Di lokasi itu, dia juga membangun Puri Kelor Indonesia (Kelorina) sebagai pusat pendidikan dan pelatihan budidaya kelor.

 

Tak sia-sia usaha Dudi berbuah manis. Ia melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat kelor serta cara budidaya kelor. Kini hampir semua warga desa Ngawenombo Blora menanam daun kelor di tepi jalan depan rumahnya.  Dudi mengaku mampu meraih omzet Rp 4 miliar per tahun dari bisnis tanaman kelor (Moringa olifeira) yang dijalaninya selama ini.

 

“Kemarin ya masih Rp 4 miliar per tahun. Karena kalau kami lebih banyak ke pembelajaran” ucap Dudi.

 

Tekan Angka Stunting melalui Festival Kelor

 

Daun  kelor  merupakan  sumber  nutrisi dan  energi  alami  yang  baik. Kepala Dinas Kesehatan Blora Lilik Hernanto mengatakan daun kelor mampu menurunkan stunting. Ia meminta agar masyarakat Blora memperbanyak konsumsi kelor dan sayuran khususnya untuk diberikan kepada anak mereka. Kelor Blora mengandung 18 asam amino yang dibutuhkan untuk membangun tubuh agar sehat dan bugar.

 

 

“Untuk memacu minat mengonsumsi daun kelor terutama anak-anak penderita stunting, di Blora setiap tahun diadakan festival kelor,” ungkap Bupati.

 

 

Pada festival tersebut ratusan keloris (pengolah tanaman kelor) yang tersebar di seluruh pelosok nusantara datang untuk memamerkan seluruh hasil inovasi mereka.

Produk-produk kelorina. Sumber foto: Website kelorina.com
Produk-produk kelorina. Sumber foto: Website kelorina.com

Beberapa jenis olahan kelor yang dipamerkan adalah teh kelor, minyak kelor, tepung kelor, kosmetik berbahan dasar tepung kelor, serta berbagai jenis olahan makanan berbahan dasar kelor seperti mie ayam kelor, moringa shake jahe secang, kue kelor, coklat kelor, hingga kapsul kelor yang berkhasiat untuk menjaga kesehatan tubuh.

 

Adanya inovasi ini mampu membuat Kabupaten Blora menjadi sorotan nasional atas keberhasilan menekan angka stunting. Blora menjadi peringkat pertama provinsi atas upaya menurunkan angka anak stunting dalam waktu singkat.

 

 

Pada 2018 prevalensi stunting di Blora turun pada angka 32% dari 55,1% pada Riskesdas 2013. Selanjutnya, dari hasil timbangan Februari dan Agustus 2019 angka stunting turun drastis, hanya 8,2%.

 

Curi Perhatian Perusahaan Asing

 

Adanya penemuan kelor yang mampu memberikan perubahan besar pada masyarakat Desa Ngawenombo, wajah sebuah desa yang dulunya miskin dan tidak sehat, kini menjadi desa yang warganya sehat dan memiliki penghasilan yang mencukupi untuk kehidupannya.

 

Nilai ekonomi daun kelor cukup fantastis. Masyarakat tidak hanya terbantu secara ekonomi, namun juga mendapat peningkatan dari segi kesehatan. Melalui budidaya kelor warga dapat menghasilkan sekitar Rp 2.5 juta dari mengolah biji kelor menjadi minyak.

Kunjungan perusahaan asing ke kampung kelor Desa Ngawenombo. Sumber foto: Istimewa
Kunjungan perusahaan asing ke kampung kelor Desa Ngawenombo. Sumber foto: Istimewa

Keberhasilan dalam pengolahan kelor membuat Desa Ngawenombo menjadi perhatian dunia. Puri Kelorina Blora kini sudah mengekspor tepung kelor ke negara di Timur Tengah dan Eropa. Beberapa produk yang dihasilkan yaitu Serbuk Daun “Premium” dan “Royal Moringa”, Teh Herbal Kelorina, Teh Celup Kelorina Green Tea dan Kapsul Kelorina.

 

Konservasi Kelor di Desa Ngawenombo menjadi destinasi kunjungan para pengusaha dari mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Myanmar, Korea, Afrika, Eropa, hingga Amerika.

 

 

Gerakan Kelorina

 

Gerakan kelorina adalah gerakan swadaya masyarakat dalam pemanfaatan tanaman Kelor untuk kesejahteraan masyarakat, terutama membantu program pemerintah dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.

 Puri Kelorina, Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora. Sumber foto: Istimewa
Puri Kelorina, Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora. Sumber foto: Istimewa

Tahun 2010 Ai Dudi Krisnadi mendirikan PT. Moringa Organik Indonesia. Perusahaan ini lahir dari Gerakan Swadaya Masyarakat, yang berfokus pada penanaman dan pemanfaatan tanaman kelor sebagai solusi malnutrisi.

 

Beberapa gerakan yang dilakukan antara lain :

 

  • Mengumpulkan informasi dan hasil-hasil penelitian tentang budidaya, manfaat, khasiat dan penggunaan tanaman kelor dari berbagai sumber.
  • Meluncurkan website https://kelorina.com/ sebagai media sosialisasi secara daring “Pusat Informasi dan Pengembangan Tanaman Kelor Indonesia”.
  • Membuat dan mendistribusikan eBook dan CD “Kelor, Super Nutrisi”, sebagai kampanye gerakan kelorina.
  • Mengumpulkan dan menyebarkan biji tanaman kelor kepada para petani dalam bentuk demplot di beberapa daerah.
  • Mendirikan Pusat Informasi dan Pengembangan Tanaman kelor Indonesia di Blora yang diharapkan menjadi pusat pembelajaran bagi para petani di daerah lainnya.
  • Produksi dan penjualan produk berbahan dasar bagian-bagian tanaman kelor dengan nama dagang Kelorina.

 

 

Hingga saat ini, kelorina telah memiliki lebih dari 100 Gerai yang bisa di akses di Kelorina.com. Hal ini untuk membantu pemasaran produk-produk turunan tanaman kelor. Selain itu, kelorina mengembangkan lebih banyak produk turunan berbahan kelor, termasuk kosmetik herbal alami.

 

Editor: Ani

 

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Inovasi Lainnya