Bawaslu Badung: Bendesa Adat Boleh Nyaleg

Bendesa Adat Bali Sumber foto: Dok. Setda Denpasar
Bendesa Adat Bali Sumber foto: Dok. Setda Denpasar

BADUNG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Badung, Bali berikan peluang kepada pemimpin desa adat untuk nyalon anggota legislatif. Jika mengacu dalam undang-undang normatif belum ada larangan bendes untuk nyaleg

 

“Kalau ‘bendesa’ mencalonkan diri, tidak ada larangan, di undang-undang tidak ada (larangan),” kata Ketua Bawaslu Badung I Ketut Alit Astasoma, Selasa (30/5/2023).

 

Adapun Bendesa itu merupakan perwujudan pemimpin tertinggi bagi institusi Desa adat, dimana dengan hal tersebut berarti ia merupakan pemimpin adat bagi pemerintahan Desa adat serta bertanggungjawab dan berwenang atas jalannya pemerintahan Desa dibawah hukum adat Desa.

 

Lebih lanjut, Alit juga mengatakan undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum belum ada larangan untuk bendes. Bahkan pemilihan anggota legilatif kemarin belum ada DPRD yang masuk menjadi anggota dewan.

 

“Kemarin (Pemilihan Anggota Legislatif) lolos dan menjadi anggota dewan, di Abianbase masih aktif di DPRD. Mengacu ke UU Nomor 7 Tahun 2017 itu terbukti tidak ada larangan,” katanya.

 

Selain itu, ia menyebutkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, juga tidak disebutkan ‘bendesa’ dilarang mencalonkan diri.

 

“Kalau di undang-undang dan PKPU juga tidak ada larangan,” katanya.

 

Ia menjelaskan bahwa dala PKPU yang dilarang untuk menjadi anggota legislatif adalah kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, prajurit TNI, anggota Polri, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada BUMN dan atau badan usaha milik daerah (BUMD) atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara. Jika ingin menyalonkan diri sebagai anggota legilatif ia harus menyatakan surat pengunduran diri.

 

Terakhir, meski aturan hukum secara normatif tidak ada larangan bagi ‘bendesa’, namun ia menyerahkan juga kepada aturan hukum desa adat yakni awig-awig.

 

“Di ketentuan normatif tidak ada aturan melarang tapi awig-awig ada tidak larangan di ‘perarem’ (aturan pelaksanaan awig-awig)?. Kalau ada, itu yang kami gunakan sebagai dasar,” pungkasnya.

 

Penulis: Alfn

Editor: Danu

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *