Kolom Desa

Mengenal Berbagai Inovasi Pengelolahan Tanaman Nilam Aceh

Tim Atsiri Research Centre (ARC) Universitas Syiah Kuala bersama masyarakat Ranto Sabon Kecamatan Sampoinet, Kabupaten Aceh Jaya melakukan panen raya Nilam. Sumber foto: Istimewa

 ACEH – Desa Geunteut, Kecamatan Lhoong Kabupaten Aceh memiliki tanah yang subur. Mayoritas warga desa hidup dari hasil pertanian. Salah satu potensi unggulan di desa ini adalah tanaman nilam Aceh yang memiliki sejarah panjang sebagai salah satu sentra penghasil minyak nilam terbaik di dunia.

Dahulu, tanaman Nilam di Aceh pernah menjadi primadona dan memberikan kontribusi yang cukup tinggi pada perekonomian masyarakat sekitar. Namun lambat laun, menjadi kian redup akibat harga minyak nilam yang anjlok karena dipermainkan oleh oleh tengkulak lokal. Padahal di pasar dunia, harga nilam Aceh cukup tinggi dan sering menjadi rebutan.

Keadaan ini membuat para petani mulai meninggalkan nilam. Mereka lebih memilih beralih ke jenis tanaman lainnya seperti bertani padi di sawah dan menjadi nelayan.

Melihat kenyataan itu akhirnya pemerintah Desa Geunteut bekerja sama dengan tim peneliti dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh. Pada tahun 2016 mendirikan Atsiri Research Center (ARC) yang bertujuan mengajak warga Geunteut untuk kembali menanam nilam. ARC melakukan pendampingan kepada petani mulai dari pembibitan hingga menjamin pasar.

Tim Atsiri Research Centre (ARC) Universitas Syiah Kuala. Sumber foto: Istimewa
Tim Atsiri Research Centre (ARC) Universitas Syiah Kuala. Sumber foto: Istimewa

Ketua ARC Muhammad Syaifullah mengatakan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia menjadi faktor penting dalam produktivitas pertanian. Saat ini, ARC melaksanakan Program Implementasi Inovasi Nilam bersama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Republik Indonesia.

“Kami telah menyusun program jangka panjang untuk Desa Geunteut. Warga harus kompak, ini kesempatan kita membangun desa lebih mandiri,” ujar Syaifullah.


Harga Nilam kembali Stabil

 

Tim peneliti ARC berhasil menstabilkan harga dengan membeli langsung minyak nilam dari petani. Pembelian dilakukan oleh koperasi Inovasi Nilam Aceh  (Inovac) yang merupakan sayap bisnis ARC dengan ditetapkan harga terendah Rp 500.000 per kg, sedangkan harga tertinggi mengikuti harga pasar. Normalnya harga nilam berkisar antara Rp 600.000 hingga Rp 700.000 per kg. Adanya kepastian harga membuat petani lebih semangat dalam melakukan budidaya tanaman nilam.


Selain itu, tim ARC juga berinovasi membuat produk berbahan minyak nilam, seperti parfum, aroma terapi, cairan pembersih tangan, dan lulur. Hingga kini terdapat 30 usaha rintisan di bawah binaan ARC.


Dengan adanya usaha-usaha rintisan tersebut, mengembalikan kejayaan nilam yang pernah redup. Saat ini, minyak nilam Aceh tidak lagi sepenuhnya diekspor. Sebanyak 20 persen berhasil diserap oleh usaha lokal. ARC terus berusaha meningkatkan serapan pasar lokal akan bertambah seiring penetrasi penjualan produk.


Produksi minyak nilam Aceh terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Saat ini, petani nilam semakin ramai. Terdapat 16 kabupaten di Aceh mulai menanam nilam sebab Di industri kosmetik global, minyak nilam menjadi bahan baku utama, sehingga nilam menjadi tanaman dengan nilai jual yang menjanjikan.


Berikut Tabel produksi Nilam di Provinsi Aceh

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan

Parfum Nilam Banyak Digemari

 

Salah satu usaha binaan ARC adalah parfum Neelam. Usaha ini dikelola oleh alumni Universitas Syiah Kuala. Manajer parfum Neelam, Sabrina Khairunnisa, menuturkan jika dalam sebulan mereka mampu menjual antara 200 dan 300 botol parfum. Sementara harga per botol ukuran 30 mililiter Rp 150.000. Penjualan bukan hanya di Aceh, melainkan juga ke Pulau Jawa dan Malaysia.

 

 

 

 

Beberapa inovasi dari minyak nilam. Sumber foto: Istimewa

Pasar parfum cukup besar. Selama ini nilam Aceh diekspor ke luar negeri. Di sana diolah menjadi parfum, lalu dijual kembali di Indonesia.  Menurut Nisa, sebagai daerah penghasil Nilam seharusnya mampu menghasilkan parfum sendiri dengan kualitas ekspor.

 

 

Kepala Desa Geunteut Muhammad Yusuf mengatakan, saat ini luas lahan yang ditanami nilam baru 30 hektar. Namun, kata Yusuf, Sebagian besar warga telah membersihkan lahan untuk menanam nilam.

 

 

”Ini kesempatan buat kami membangkitkan kembali nilam, dari Geunteut untuk Aceh,”  tuturnya.

 

 

 

 

Editor: Dian

Exit mobile version