BADUNG – Menyambut hari raya Idul Fitri, masyarakat muslim Banjar Angantiga, Badung biasanya akan bergotong royong membuat jajanan khas. Salah satu jajanan khas dan wajib ada saat hari raya Idul Fitri di Desa Petang adalah kue doko-doko.
Kue dengan tekstur lembut dan manis karena isian gula aren tersebut sebetulnya adalah kue khas Suku Bugis. Jajanan ini berkembang bersamaan dengan kedatangan warga muslim Bugis Pulau Serangan ke Desa Angantiga, Badung, Bali.
“Jadi warga Angantiga ini masih lekat dengan tradisi Bugis. Para leluhur kami ini sangat senang membuat aneka jajan untuk buka puasa. Tapi di Angantiga ini cuma dibuat saat puncak hari raya,” kata kepala kampung, M Ramsudin.
“Kue ini cocok untuk teman ngopi. Apalagi saat matang masih hangat. Kami di Angantiga paling banyak memakai doko-doko saat arak-arakan Bale Suji di malam perayaan Maulid Nabi,” imbuhnya.
Menurut beberapa versi, jajanan ini diibaratkan seperti sesuatu yang spesial sehingga warga tidak membuatnya setiap hari untuk menjaga keistimewaannya. Hingga saat ini doko-doko hanya dibuat saat hari raya seperti Idul Fitri, Idul Adha, hingga perayaan Maulid Nabi.
Pembuatan doko-doko masih dilakukan dengan cara tradisional sehingga butuh tenaga yang cukup. Biasanya ibu-ibu di kampung akan membuatnya secara berkelompok dan nantinya akan dibagikan ke seluruh warga saat perayaan hari raya Idul Fitri.
Penulis: Erdhi
Editor: Soleha.tn