Perjuangan Petani Tembakau di Wonogiri hingga Sukses Tingkatkan Ekonomi Keluarga  

Tembakau (Ilustrasi). Sumber foto: Dok. Universitas Airlangga

WONOGIRI – Seorang petani tembakau bernama Miswanti (40), asal Eromoko, Wonogiri, Jawa Tengah membagikan suka dukanya menjadi petani tembakau.

 

Memanfaatkan lahan tadah hujan, ia berhasil melakukan budidaya tembakau hingga memperbaiki kondisi perekonomian keluarga dengan cukup baik.

 

Ia dan sejumlah petani lainnya di Desa Ngadirejo, Kecamatan Eromoko, Wonogiri, Jawa Tengah bertindak sebagai petani dan pekebun tembakau.

 

Artinya, saat musim penghujan, Miswanti dan para petani Ngadirejo adalah seorang petani. Namun saat kemarau tiba, ia menanam tembakau.

 

“Saat musim penghujan kita ke padi, sebagai lumbung pagan kita,” ungkapnya.

 

Petani tembakau di Eromoko, imbuhnya kian meningkat dari tahun ke tahun. Pasalnya hasil yang didapatkan lebih signifikan daripada menanam pagi, jagung, dan tanaman palawija lainnya.

 

“Dari 2010 dari yang tadinya ada 5 petani sekarang sudah satu kelompok, semua menjadi petani tembakau. Dan setiap tahun kita selalu ada peningkatan,” jelasnya.

 

Pasang surut dalam bertanam tembakau, imbuhnya sudah biasa. Namun, kejayaan menanam tembakau juga sempat dialaminya pada 2018 silam.

 

Kondisi cuaca yang mendukung adalah salah satu hal yang menurutnya membuat para petani sukses dalam urusan menanam tembakau. Hasil dari menanam tembakau, dikembangkannya dengan membeli peralatan penunjang pascapanen seperti kendaraan pengangkut pikap.

 

Sementara pada 2019, di saat kondisi Wonogiri yang sangat kering, ia menyisihkan penghasilannya dengan memilih untuk melakukan pembelian mobil tangki air.

 

“Kami menggunakan air tangki. Kami bersyukur dengan adanya musim kering kami tetap dapat penghasilan juga, dan pada tahun itu kami bisa membeli mobil keluarga,” ungkapnya.

 

Di tengah cerita suksesnya, menjadi petani tembakau menururtnya bukanlah tanpa halangan. Sejumlah tantangan pernah dihadapinya pada 2020, saat semua dihantam dengan wabah virus corona dan hama trip.

 

Waktu itu, serangan hama trip atau yang biasa dikenal dengan oret-oret merusak tanaman tembakau di wilayahnya.

 

Namun, dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, satu per satu masalah tersebut bisa teratasi.

“Meski perekonomian terpuruk karena pandemi pada 2020, alhamdulillah saya sendiri masih mengantongi Rp 90 juta dari tembakau,” pungkas dia.

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *