Desa Bubakan, Dikenal Elit Lantaran Para Penjual Bakso

Penjual Bakso (Ilustrasi). Sumber: Dok. Pemkab Wonogiri

WONOGIRI – Desa Bubakan sempat menghebohkan media sosial lantaran disebut sebagai desa yang elit dengan deretan rumah-rumah megahnya. Ternyata, hal itu di latar belakangi para penjual bakso Desa Bubakan di Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

 

Hasil berjualan bakso di tanah perantauan mayoritas akan ditabung untuk selanjutnya digunakan untuk membangun rumah di desa.

 

“Rumah yang bagus-bagus, yang rumahnya tingkat itu, milik warga kami yang sukses di perantauan,” ujar Sekretaris Desa Bubakan, Suparto.

 

Menurutnya, warga Desa Bubakan itu memang kebanyakan merantau ke luar Jawa, mulai dari Sumatera hingga Papua. Hasil berjualan di rantau itulah, ia gunakan untuke membangun rumah bak istana di kampung halamannya.

 

Kemegahan rumah para penjual bakso khas Wonogiri ini seolah jadi bukti warga Bubakan yang sukses di tanah perantauan.

 

“Penduduk Desa Bubakan ada sekitar 5 ribu orang, yang tersebar di 10 dusun. Dan mayoritas mereka adalah perantauan,” katanya.

 

Lebih lanjut, Suparto menjelaskan bahwa kebanyakan warga Desa Bubakan hanya pulang untuk merenovasi rumah mereka sebelum kemudian ditinggal untuk kembali merantau.

 

Walau begitu, para perantau itu juga enggan untuk membeli rumah di perantauan karena ingin tetap kembali ke kampung halamannya di Desa Bubakan. Karena itu, rumah-rumah mewah ini kerap didapati dalam keadaan kosong terutama sewaktu ditinggal sang pemilik merantau.

 

Lain halnya ketika saat Lebaran tiba, kampung ini tiba-tiba ramai karena para perantau kembali ke desa untuk merayakan hari raya bersama keluarga dan kerabat.

 

“Di sini kalau ramainya saat Lebaran, perantauan pada pulang. Kalau tidak, saat ada tetangga ada saudara yang melaksanakan hajatan,” ujarnya.

 

Sebelum menjadi desa elit, Desa Bubakan dulunya menyandang status desa tertinggal dengan mata pencaharian utama masyarakatnya sebagai petani. Baru pada tahun 1980-an, pengusaha asal Sukoharjo, Mbah Joyo mengajak beberapa warga desa untuk merantau. “Mereka ikut Mbah Joyo, jualan jamu dan bakso. Mereka diminta menunggu cabang milik Mbah Joyo itu,” ujarnya.

 

Pascabelajar cara membuat dan berjualan jamu saat bekerja dengan Mbah Joyo, mereka kemudian membuka usaha mereka sendiri. Saat berwirausaha tersebut, mereka mengajak warga desa yang lain untuk bekerja di warungnya.

 

“Dari situ, banyak warga yang mulai merantau ke berbagai kota di Indonesia. Mereka jualan jamu dan bakso, dan sukses,” ujarnya.

 

Kesuksesan warga Desa Bubakan itu pun terus diwariskan ke generasi berikutnya hingga turun temurun.

 

“Saat ini yang merantau atau meneruskan usaha keluarganya sudah generasi ketiga,” katanya.

 

Penulis: Danu

Editor: Rizal

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *