Tradisi Sakral Kematian di Desa Trunyan

Pemakaman Desa Trunyan Sumber Foto: ipernity.com
Pemakaman Desa Trunyan Sumber Foto: ipernity.com

BALI – Tradisi, adat dan budaya masyarakat Desa Trunyan jauh berbeda dari masyarakat Bali pada umumnya karena masyarakat Desa Trunyan percaya bahwa leluhur mereka adalah manusia yang langsung turun dari langit untuk memberikan kehidupan di desa Trunyan tanpa kontaminasi adat mana pun. Desa ini termasuk desa adat tertua di Pulau Bali yang terletak di Kintamani dan posisinya diapit antara Gunung Batur dan Danau Batur.

 

Salah satu tradisi masyarakat Desa Trunyan yang berbeda adalah tradisi pemakaman yang disebut mepasah. Pada umumnya, dalam tradisi pemakaman mayat akan dikubur atau dibakar, namun hal tersebut tidak berlaku di Desa Trunyan karena mereka memiliki tradisi pemakaman dengan membiarkan mayat membusuk dibawah udara segar.

 

Mayat-mayat tersebut diletakkan di atas tanah dengan dibalut pakaian yang mereka gunakan semasa hidup dan ditutup dengan ancak saji yaitu potongan bambu yang disusun membentuk kerucut seperti pagar.

 

Di dalam ancak saji hanya boleh memakamkan 11 jenazah, boleh kurang namun tidak boleh lebih dari 11 jenazah. Jika 11 makam sudah terisi semua namun ada jenazah baru yang harus dimakamkan, maka salah satu mayat terlama dari 11 makam tersebut harus diangkat dan dipindahkan keluar ancak saji dan dibiarkan membusuk.

 

Pemakaman Desa Trunyan letaknya berada di tengah Danau Batur sehingga untuk menuju kesana sampan atau perahu baik manual maupun bermesin. Di pemakaman ini, wanita dilarang berkunjung atau berziarah, mereka hanya boleh mengantarkan jenazah dan rombongan laki-laki sampai ke perahu saja.

 

Terdapat tiga pemakaman di Desa Trunyan yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda diantaranya Seme Wayah, Seme Ngude, dan Seme Bantas. Seme Wayah adalah tempat pemakaman bagi orang yang meninggal secara wajar, Seme Ngude adalah pemakaman untuk orang-orang yang belum menikah dan bayi, sedangkan Seme Bantas adalah pemakaman untuk orang-orang yang meninggalnya tidak wajar menurut orang sana, misalnya kecelakaan dan bunuh diri.

 

Meski mayat-mayat disana diletakkan di atas tanah hingga membusuk, namun mayat tersebut sama sekali tidak mengeluarkan aroma busuk. Masyarakat percaya pohon Taru Menyanlah yang membuat mayat tersebut tidak mengeluarkan aroma meski mayat diletakkan di atas tanah.

 

Penulis: Erdhi

Editor: Soleha.tn

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *