BAUSASRAN – Inovasi Kampung Sayur Bausasran bermula dari kegelisahan masyarakat pada permasalahan ketahanan pangan dan pemanasan global. Masyarakat setempat pun memutuskan untuk menggunakan lahan kosong bekas bongkaran rumah untuk ditanami sayur.
Gayung bersambut, gagasan inipun selaras dengan lomba yang diadakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Program Kampung Iklim (Proklim). Hingga akhirnya inovasi kampung sayur melalui pola pengelolaan urban farming pun diterapkan.
Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah di Desa Sayuri, Bausasran Winaryati mengatakan, desa sayur berawal dari kompetisi Program Kampung Iklim (Proklim). Warga ditantang oleh lurah untuk membangun kampung hijau penuh sayuran. Saat itu, kelurahan setempat menawarkan modal awal sebesar Rp 3 juta. Dari situ, warga menambah modal dengan menyumbangkan bibit hingga media tanam.
“Tadinya gini. Kita ditantang sama lurah sebenarnya berani enggak lomba proklim yang memang di situ harus hijau tertata. Akhirnya ada dua lomba diikuti lomba proklim sama kampung sayur. Namanya kampung sayur harus seluruhnya hijau. Akhirnya koordinasi RT-RW menghijaukan gang-gang ini. Karena punya keinginan jadi kampung sayur akhirnya secara mandiri 90 persen dana swadaya. Dari dana kelurahan 3 juta untuk beli bibit dibagikan 20 RT,” jelasnya.
Setelah program Proklim selesai, Kelurahan Bausasran konsisten untuk melanjutkan kampung sayur yang sudah dirintis. Tujuannya agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri. Namun, lebih dari itu Kampung sayur yang digagas oleh masyarakat dapat menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak mendatangkan pengunjung. Selain itu, produk sayur yang ditanam dikembangkan untuk dijual.
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kampung Sayur
Pemberdayaan masyarakat di Kampung Bausasran meliputi pemberian sosialisasi dan motivasi untuk warga. Selanjutnya, warga diberikan akses untuk bekerjasama dengan lembaga dan pemberian kapasitas pada lingkungan berupa benih sayur. Kemudian warga diberikan wewenang untuk melaksanakan Program Kampung Sayur pada kelompok masyarakat dengan pendampingan dari Dinas dan pemerintah Desa.
Manfaat yang didapatkan dari program kampung sayur ini yaitu dapat menciptakan lingkungan hijau, mewujudkan ketahanan pangan, ekowisata dan sebagai media pemberdayaan. Khususnya di masa pandemi banyak orang yang mengalami penurunan pendapatan bahkan kehilangan pekerjaan, melalui program kampung sayur ini dapat membantu masyarakat untuk memenuhi ketahanan pangan pribadi.
Pengelolaan Kampung Sayur
Kampung sayur ini dikelola oleh masyarakat setempat dibantu oleh beberapa kelompok tani yang terbentuk dari masyarakat seperti kelompok tani Gemah ripah, Sumur Bening, Mandiri, Bonjowi, Sakinah, Sekar arum, Amanah, Buatan Adi, Roluguyub, Bonjolu, Manungal Lestari, dan Tunas Mekar.
Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah Kampung Sayur Bausasran Winaryati menyampaikan kampung sayur di Bausasran memanfaatkan lahan mangkrak dengan tujuan menghijaukan kampung. Kemudian berkembang atas pendampingan dari Pemkot Yogyakarta dan banyak mendapatkan support dari berbagai stakeholder, termasuk Menteri Pertanian di tahun 2019.
“Kampung sayur di Bausasran dari awalnya hanya di RW 09, sekarang benar-benar sekampung menanam semua. Tidak kami jual sayuran saja, tanaman yang hidup, tapi juga bahannya seperti, stik bayam dan pakcoy,” ujar Winaryati.
Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Keberhasilan Desa Bausasran dalam program kampung sayur menjadikan Kampung Bausasran sebagai Juara I Kampung Sayur se Kota Yogyakarta, Juara I Proklim se Kota Yogyakarta serta mendapatkan apresiasi dari Menteri Pertanian Republik Indonesia Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH, M.Si, MH karena dapat menjadi desa percontohan bagi desa lain di Kecamatan Danurejan dalam melaksanakan urban farming dan desa wisata.
Saat ini, di Kota Yogyakarta terdapat lebih dari 140 kampung sayur. Program kampung sayur digalakan sejak tahun 2018, Dinas Pertanian Pangan Kota Yogyakarta mencatat bahwa adanya inovasi kampung sayur memberikan peningkatan signifikan terhadap pendapatan hasil panen. Nilai panen sayur yang awalnya hanya sekitar Rp 52 juta per tahun, namun pada tahun 2021 meningkat menjadi sekitar Rp 579 juta. Sementara sayur yang paling banyak dipanen adalah kangkung, ada juga sawi dan pakcoy.
Adanya inovasi ini memberikan ruang kepada warga Bausasran untuk mendapatkan penghasilan tambahan serta menjadi pemasok sayur dari pasar tradisional maupun nasional. Saat ini, warga Bausasran tidak hanya menjual sayuran segar saja. Namun menjual produk olahan sayuran seperti stik bayam dan pakcoy.
Editor: Dian