KARANGASEM – Desa Tenganan yang terletak di Kabupaten Karangasem merupakan salah satu desa di Pulau Bali yang menawarkan beragam wisata budaya. Masyarakat Desa Tenganan masih kental dengan budaya dan adat istiadat Aga (pra hindu) yang berbeda dari desa-desa lain di Bali sehingga potensi tersebut dikembangkan sebagai salah satu obyek dan daya tarik wisata budaya.
Sebagai obyek wisata budaya, Desa Tenganan memiliki beragam keunikan yang patut untuk dikembangkan lebih jauh lagi. Warga Desa Tenganan merupakan penduduk asli desa setempat karena mereka menganut sistem parental dimana perempuan dan laki-laki dalam keluarga memiliki derajat yang sama dan berhak menjadi ahli waris.
Sistem parental yang dianut masyarakat Desa Tenganan berbeda dengan masyarakat Bali pada umumnya. Mereka menganut sistem endogami dimana masyarakat Desa Tenganan terikat dalam awig-awig (hukum adat) yang mengharuskan mereka menikah dengan sesama warga Desa Tenganan. Apabila hukum tersebut dilanggar mereka akan dikeluarkan dari Desa Tenganan.
Selain itu, Desa Tenganan juga memiliki tradisi Mekaré-karé yang merupakan bagian dari puncak prosesi rangkaian upacara Ngusaba Sambah yang digelar pada setiap Bulan Juni yang berlangsung selama 30 hari. Mekaré-karé atau yang dikenal perang pandan akan berlangsung selama 2-4 kali dan diikuti dengan pemberian sesajen untuk para leluhur.
Sesuai dengan namanya, alat yang digunakan dalam perang pandan adalah daun pandan yang dipotong-potong sepanjang ±30 cm sebagai senjata dan tameng sebagai penangkis serangan lawan. Apabila ada peserta yang terluka dalam perang pandan tersebut, mereka akan diobati dengan ramuan umbi-umbian.
Mekaré-karé hanya boleh diikuti oleh peserta laki-laki mulai dari anak-anak hingga orang tua. Pada hakikatnya, Mekaré-karé memiliki makna yang sama dengan upacara tabuh rah yang biasanya dilangsungkan pada upacara keagamaan umat hindu.
Selain budaya dan tradisi, Desa Tenganan juga memiliki produk kerajinan berupa kain tenun gringsing. Proses pembuatan kain gringsing memakan waktu hingga tiga tahun sehingga membuat kain tersebut langka dan menjadi buruan para wisatawan meskipun harganya mahal. Kain gringsing wajib dimiliki oleh warga Desa Tenganan karena merupakan bagian dari perlengkapan upacara, seperti dalam upacara ngaben (pembakaran jenazah) dimana kain gringsing ditempatkan pada pucuk badé (tempat mengusung mayat).
Penulis: Erdhi
Editor: Soleha.tn