Kolom Desa

Waruga, Tradisi Masyarakat Minahasa Menghormati Leluhur

Waruga Kuburan Batu Minahasa. Sumber Foto: Twitter @kenzie_sr

Minahasa Waruga merupakan kuburan batu yang membentuk seperti kubus dengan tutup atasnya yang menyerupai atap rumah yang bermotif artistik. Bagi masyarakat Minahasa Waruga adalah sebuah identitas dan sejarah perjalanan hidup.

 

Sejatinya Waruga memiliki nilai historis yang teramat penting orang Minahasa terkait dengan perjuangan para leluhur. Sehingga Waruga menjadi alarm pengingat atas nilai-nilai perjuangan yang telah ditanamkan semasa hidup mereka.

 

Waruga memiliki beberapa versi arti, ada yang bilang bahwa Waruga berasal dari kata moruga yang artinya direbus. Hal tersebut dikarenakan setelah jenazah dimasukkan kedalam Waruga tubuhnya membengkak seperti selesai direbus.

 

Sedangkan secara asal usul kata, Waruga berasal dari gabungan dua kata yaitu kata wawa yang disingkat menjadi wa, yang memiliki arti sepenuhnya. sedangkan kata kedua yaitu raga yang arti secara harfiahnya adalah pakaian rusak dari tubuh, hal ini jika disimpulkan kata Waruga menjadi tempat tubuh melarut.

Waruga Kuburan Batu Minahasa. Sumber Foto: sumbersejarah
Waruga Kuburan Batu Minahasa. Sumber Foto: sumbersejarah

Menurut arti versi lainnya menerangkan bahwa Waruga berasal dari kata wale dan Roha. Wale artinya rumah dan roha berarti roh, jika didefinisikan akan memiliki arti tempat bersemayamnya roh. Merujuk pada kepercayaan masyarakat Minahasa meyakini bahwa para leluhur akan senantiasa menolong siapapun yang dianggap sebagai puyun atau cucunya. 

 

Masyarakat Minahasa  mempunyai keyakinan bahwa roh leluhur adalah seorang yang sakti dan juga sebagai pahlawan, seperti pemimpin perkumpulan besar yang disebut sebagai kepala Walak.

 

Sejarah dan filosofi Waruga di Minahasa

 

Asal usul Waruga tidak terlepas dari perjalanan sejarah panjang. konon, pada zaman Megalitikum atau zaman batu besar kuburan tua ini sudah ada dan tersebar di Sulawesi Utara. Setelah tahun 1817 semua Waruga yang tersebar di setiap rumah di Minahasa direalokasi di beberapa kompleks. Menurut Anton Jatuna (Juru Kunci) dikutip dari goodnewsfromindonesia.id menjelaskan bahwa Waruga adalah kuburan tua di Minahasa yang terbuat dari batu bukan di cor.

 

Tetapi pada zaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1860 sempat dapat larangan melaksanakan Waruga, dengan alasan khawatir mengeluarkan dan menyebarkan penyakit dari celah-celah Waruga. Karena pada saat itu banyak penyakit yang tersebar seperti wabah pes, kolera, dan tipus melanda orang-orang Minahasa. Sehingga watu itu juga, orang Minahasa yang meninggal dunia dimasukkan kedalam peti mati lalu dikuburkan ke dalam tanah.

Waruga Kuburan Batu Minahasa. Sumber Foto: Twitter @niko_disuko

Menurut beberapa sumber, tradisi Waruga atau kuburan batu menunjukkan status kelas sosial seseorang. Hal ini disimbolkan dengan beberapa tanda ukiran yang ada di atap Waruga.

 

Akan tetapi hal ini hanya dilakukan terhadap orang-orang tertentu yang mempunyai status sosial tinggi. Biasanya gambar yang diukirkan diatas tutup Waruga menunjukkan profesi dari jenazah yang berada di dalamnya.

 

Jika motif gambarnya perempuan bersama dengan anak, hal ini menunjukkan yang meninggal dunia mempunyai profesi dukun beranak. Sedangkan kalau motif gambarnya binatang, menunjukkan yang ada di dalam kuburan batu tersebut seorang pemburu, dan banyak lagi yang lainnya.

 

Akan tetapi penggunaan Waruga atau kuburan batu sejak abad 20 Masehi mulai ditinggalkan oleh penerusnya karena terpengaruh oleh budaya luar dan agama. Sehingga saat ini Waruga dijadikan sebagai objek pariwisata dan budaya serta situs cagar alam budaya Minahasa dan ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya melalui Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: PM.22/PW.007/MKP/2007.   

 

Pelaksanaan Waruga di Minahasa

 

Pelaksanaan Waruga pada dasarnya ada disetiap rumah masyarakat Minahasa, waktu itu masih belum disebut sebagai Waruga akan tetapi sebagai tempayan batu. Hal pertama yang harus dibangun adalah kuburan batu, bahan pembuatannya ialah dari batu jenis batu basal dari letusan gunung klabat dan lakon yang membentuk seperti kubus sedangkan pada atap nya seperti atap rumah. Dasar orang Minahasa menggunakan batu basal ini karena batu ini jika diletakkan ditempat terbuka akan semakin mengeras.

 

Masyarakat Minahasa dalam satu kepala rumah tangga akan membuat satu waruga di sekitar rumahnya. jadi setiap masing-masing rumah memiliki satu waruga atau kuburan batu sendiri, dengan demikian jika ada salah satu keluarga mereka yang meninggal dunia maka tutup waruga akan dibuka kembali sebagai persiapan untuk mengubur yang meninggal.

Waruga Kuburan Batu Minahasa. Sumber Foto: samratulangi-airport

“Waruga juga dipakai untuk keluarga, jadi bukan hanya untuk satu orang melainkan 2 sampai yang paling banyak 12 orang, dan yang menjadi tanda isinya itu ada berapa orang, ditandai dengan beberapa motif seperti  motif garis-garis yang menandakan berapa isi didalam Waruga” kata Anton Jutaan (Juru Kunci)

 

Setelah tutup kuburan batu dibuka, maka selanjutnya jenazah akan dimasukkan ke dalam kuburan batu dengan posisi jongkok posisi muka mencium lutut. Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan, masyarakat mempercayai bahwa manusia sebelum dilahirkan dengan posisi jongkok maka mati atau kembali pun harus dengan posisi jongkok.

 

Selain itu, jenazah yang dimasukkan ke dalam Waruga dihadapkan ke arah Utara sebagai simbol arah asal nenek moyang Minahasa. Apabila jenazah sudah dimasukkan kedalam Waruga, kemudian Waruga akan ditutup kembali dengan batu juga yang membentuk atap rumah.

 

Kemudian menutup celah antar kuburan batu dengan atapnya dengan menggunakan tanah liat. Bertujuan agar tidak menimbulkan bau busuk keluar dari wadah Waruga, setelah itu pelaksanaan Waruga selesai.

 

 Editor: Ani

Exit mobile version