JAKARTA – Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berupaya mencegah tumpang tindih regulasi terkait tata ruang desa. Upaya tersebut dilakukan dengan menjaring pendapat sejumlah pakar yang dihadirkan dalam Forum Diskusi Aktual (FDA) yang digelar di Orchardz Jayakarta, Selasa (11/4/2023).
“Undang-Undang Tata Ruang Desa tidak perlu diubah secara keseluruhan tetapi lebih pada substansinya kita ubah, tidak membuat Undang-Undang baru tetapi substansinya ada secara detail pada Undang-Undang tata ruang tersebut. Karena semangatnya adalah mengurangi sebanyak mungkin aturan,” terang Perencana Ahli Utama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Oswar Muadzin Mungkasa.
Oswar menyarankan pemerintah melakukan revisi terhadap regulasi yang sudah ada dengan menambahkan substansi terkait perencanaan tata ruang desa. Langkah tersebut merupakan upaya untuk mencegah terjadinya tumpang tindih regulasi yang akan menyulitkan pemerintah daerah (Pemda) maupun pemerintah desa (Pemdes).
“Hal terpenting dalam penyusunan dokumen kebijakan perencanaan tata ruang desa adalah pemahaman mengenai regulasinya terlebih dahulu. Hal ini mengingat regulasi tersebut baru ada di tingkat kabupaten dan belum menyentuh tingkat desa,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Kepegawaian dan Organisasi Tata Laksana dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gandiwa Yudhistira, menyampaikan bahwa penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sangat memerlukan dukungan aparatur desa. Menurutnya, kemampuan mengelola informasi berbasis data sesuai dengan platform yang disiapkan Kementerian ATR/BPN harus dimiliki aparatur desa.
“Kedepannya untuk wilayah yang strategis dapat kita dorong RDTR nya. Namun ketika suatu desa memiliki RDTR maka kegiatan yang diatur di luar RDTR akan sulit dilakukan. Nah di sinilah kita perlu menentukan apakah desa perlu memiliki RDTR atau cukup kita muat dengan komprehensif fleksibel di RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kabupaten/kota saja,” ungkapnya.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Phil Hendricus Andy Simarmata juga berpendapat bahwa, keberadaan tata ruang desa harus bisa membuat masyarakat memiliki akses dengan sumber daya alam yang dimilikinya. Kondisi tersebut kerap menimbulkan konflik lahan misalnya antara pemilik konsesi tambang dengan desa yang semestinya dapat diselesaikan melalui tata ruang.
“Tata ruang yang mana? Belum tentu tata ruang desa, bisa saja selesai dengan tata ruang kabupaten tetapi bagaimana teman-teman desa, kepala desa, pengurus desa terlibat dalam proses tata ruang kabupaten itu,” pungkasnya.
Penulis: Erdhi
Editor: Soleha.tn