PURWOREJO – Puluhan warga Desa Wadas Kabupaten Purworejo yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menggelar aksi pengehentian serta menolak keberadaan alat berat yang beraktivitas membuka akses jalan tambang di Dusun Karang, Desa Wadas.
Mereka mendesak aktivitas tambang dihentikan seiring penolakan warga atas penambangan batu andesit yang memasok proyek pembangunan Bendungan Bener.
“Kami minta kepada pihak-pihak terkait agar menarik seluruh peralatan berat agar keluar dari Desa Wadas,” kata salah seorang aktivis Gempadewa, Siswanto, Senin (10/4/2023).
Sejumlah aktivis Gempadewa itu juga menunjukkan beragam bentuk protes, di antaranya memasang poster besar bertuliskan “Masih dalam proses, harap dihentikan” pada sebuah alat berat, loader. Selain itu sebuah poster besar bertuliskan, “usir alat berat, tolak tambang, Wadas harus melawan” pada sebuah alat berat, excavator (beko).
“Saat ini warga Wadas masih mengajukan gugatan terhadap izin tambang batu andesit di Wadas dan sedang dalam proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Untuk itu, Kami minta semua aktivitas di Desa Wadas dihentikan karena gugatan soal izin di PTUN Jakarta belum ada putusan. Masih banding,” tambah Siswanto.
Di tengah proses hukum berjalan, Pemerintah terus menjalankan proyek tersebut, dengan membuat akses jalan di Desa Wadas yang akan menghubungkan antara tapak penambangan andesit dengan tapak Bendungan Bener. Seperti diketahui, pembukaan akses jalan ini yang menghancurkan wilayah hutan di Wadas sudah menyebabkan bencana banjir, Minggu (26/3/2023) lalu.
Ketika hujan deras, air langsung turun dan menggenangi rumah-rumah milik warga yang berada di kaki bukit. Aktivitas itu membuat warga Wadas semakin yakin bahwa tambang andesit yang dilakukan di perbukitan akan berpotensi menimbulkan bencana, seperti longsor dan banjir. Di samping itu, mereka juga terancam kehilangan tanah yang jadi sumber kehidupan dan sumber air untuk keperluan sehari-hari.
Dalam aksi itu, anggota Gempadewa juga melakukan tabur bunga di lokasi pembukaan akses jalan. Ini adalah ekspresi warga atas hilangnya hutan mereka yang hijau dan penuh dengan pepohonan yang hasilnya bisa menopang kehidupan warga desa.
“Ini bentuk rasa keprihatinan atau duka cita dari warga Wadas karena hutannya sudah dirusak pemerintah,” tegas Siswanto.
Sebelum menutup aksinya itu, warga ditunjukkan dengan tekad warga yang Wadas menolak tambang andesit yang dipimpin oleh Mbah Marsono, salah seorang sesepuh Gempadewa. Mbah Marsono sangat menyayangkan sikap pemerintah yang terus memaksa warga Wadas agar menjual tanahnya untuk tambang andesit.
Penulis: Danu
Editor: Rizal