Ritual Tiwah, Upacara Mengantarkan Roh Mencapai Surga

Sandung Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @devisriana
Sandung Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @devisriana

Share This Post

KALIMANTAN TENGAHMasyarakat Suku Dayak memiliki ritual sakral yang sudah menjadi kepercayaan mereka bernama Tiwah. Tiwah merupakan upacara yang diselenggarakan untuk mengantarkan orang yang meninggal menuju surga atau biasa dikenal dengan Lewu Liau. Ritual ini diselenggarakan pada saat mayat akan dimasukkan kedalam peti mati atau runi. Ritual Tiwah ini wajib dilakukan bagi masyarakat Dayak yang masih beragama Hindu Kaharingan.

 

Menurut Parada, Ketua MBHK (Majelis Besar Hindu Kaharingan) dia menjelaskan makna dari ritual Tiwah yang dilaksanakan masyarakat Suku Dayak.

 

“Ritual Tiwah untuk mengantarkan jiwa seseorang ke tingkat kehidupan selanjutnya yang dilaksanakan dengan sangat sakral dan setiap prosesi upacara harus dilalui sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku” 

Ritual Bunuh Hewan Kurban. Sumber Foto: Twitter @voicesdayak
Ritual Bunuh Hewan Kurban. Sumber Foto: Twitter @voicesdayak

Selain itu, ada tujuan lain dari ritual Tiwah yaitu menghilangkan kesialan dan pengaruh-pengaruh buruk terhadap keluarga yang ditinggalkan. Selain itu,  masyarakat Dayak Ngaju juga mempunyai kepercayaan lain. Jika mereka belum menyelenggarakan Tiwah, maka rohnya tidak akan beranjak dari bumi dan tidak bisa menuju surga.  

 

Karena kesakralannya ini, maka sebelum melaksanakan runi, mayat akan diantarkan dan diletakkan ke sandung (rumah yang ukuran kecil atau sedang tempat menyimpan runi) dan dilakukan ritual-ritual terlebih dahulu.

Peti Mati Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @budayaisenmulang
Peti Mati Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @budayaisenmulang

Pelaksanaan Ritual Tiwah

 

Sebelum melaksanakan ritual Tiwah, terlebih dahulu harus mempersiapkan alat-alat seperti gong, rotan, bambu, daun kelapa, gandang kalenang, mandau, dan kain tiga warna. Selain itu perlu juga mempersiapkan hewan kurban seperti ayam, babi dan kerbau, serta peti mati sebagai tempat tulang belulang.

 

Sebelum ritual dilaksanakan juga biasanya terlebih dahulu mendirikan Balai Pangun Jandau yang menyerupai rumah yang didirikan dalam waktu satu hari di rumah Bakas Tiwah atau sesepuh kampung. Apabila balai sudah selesai dibangun, maka kemudian Bakas Tiwah akan memberikan tanda ke barang-barang yang akan digunakan nanti pada saat ritual Tiwah.

 

Bukan hanya mendirikan Bakas Tiwah, perlu juga mempersiapkan Sangkaraya Sandung Rahung sebagai tempat penyimpanan tulang belulang. Sangkaraya Sandung Rahung berada tepat di depan rumah Bakar Tiwah.

Tulang Belulang Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @unitynetwork
Tulang Belulang Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @unitynetwork

Pelaksanaan ritual Tiwah ini diselenggarakan sebagai puncak dari kematian seseorang. Seperti masyarakat pada umumnya, orang Hindu Kaharingan akan dikubur terlebih dahulu selama satu tahun atau lebih. Untuk menyempurnakannya, maka dilaksanakan ritual Tiwah dan makam orang yang sudah meninggal untuk selanjutnya akan dibongkar kembali.

 

Dalam proses pembongkaran akan dipimpin oleh pemimpin adat atau disana menyebutnya dengan nama Basir Duhung Handepang Telun. Dalam pelaksanaan Tiwah, akan ada beberapa Basir yang terdiri dari Basir Upu, Basir Penggapit dan Basir Pendamping untuk melaksanakan ritual adat.

 

Jika sudah selesai, maka makam akan dibongkar dan dikeluarkan peti matinya. Selanjutnya akan dipilih tulang belulangnya untuk dibersihkan dan tulang belulang tersebut akan dimasukkan ke dalam peti mati kecil yang dilapisi dengan kain kafan yang sudah disiapkan sebelumnya. Biasanya dalam melakukan pembongkaran kuburan, masyarakat suku Dayak akan saling membantu dan bergotong-royong.

Kerbau Kurban Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @dayakbercerita
Kerbau Kurban Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @dayakbercerita

Setelah tulang belulang dimasukkan kedalam peti mati kecil, maka selanjutnya akan ditaruh baju, celana dan sandal di dalamnya. Kemudian  peti mati ditutup kembali dan akan digotong bersama untuk dibawa ke Balai.

 

Sesampainya di depan Balai, peti mati akan dibacakan mantra oleh para Basir dan menaruh sedikit tanah kedalam peti mati. Setelah selesai dilakukan, peti mati akan digotong kembali dan ditaruh di dalam Balai.

 

Setelah melewati beberapa ritual, maka dilanjutkan dengan mempersiapkan hewan kurban seperti ayam, babi, atau kerbau yang diikat ke tiang yang dibentuk menyerupai manusia yang biasa disebut dengan nama Sapundu. Kemudian diikuti dengan tarian Mangajan berputar mengelilingi Sangkaraya yang diawali oleh tiga orang lalu yang lain mengikuti di belakangnya sebagai persembahan untuk Ranying Hatalla (Tuhan Yang Maha Esa)

Sangkaraya Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @ilwis
Sangkaraya Ritual Tiwah. Sumber Foto: Twitter @ilwis

Tarian ini akan diiringi oleh iringan musik tradisional yang ditabuh langsung oleh masyarakat Dayak yang bertugas. Selesai melakukan tarian Manganjan, maka dilanjutkan dengan acara menyembelih hewan kurban oleh pihak keluarga yang meninggal dengan cara menombaknya.

 

Jika sudah selesai, biasanya dilanjut dengan sambutan dari Kepala Desa atau Ketua Adat setempat. Selesai acara tersebut, maka puncak ritual Tiwah akan dilakukan dengan menggotong kembali pati mati yang berisikan tulang belulang dan dimasukkan kedalam Sandung sebagai peristirahatan terakhirnya. 

 

Editor: Irman

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Budaya Lainnya