Tradisi Larangan Tangkap Ikan di Desa Nyarai

Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno dalam kunjungannya ke Desa Wisata Nyarai, Padang Pariaman, (31/3/2023). Sumber: kemenparekraf.go.id
Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno dalam kunjungannya ke Desa Wisata Nyarai, Padang Pariaman, (31/3/2023). Sumber: kemenparekraf.go.id

PADANG PARIAMANLubuak Larangan telah dikenal sebagai kawasan yang memiliki aturan larangan mengambil ikan sembarangan dengan berbagai macam cara yang dapat merusak lingkungan. Larangan tersebut tertuang dalam hukum adat yang diperkuat dengan peraturan nagari.

 

“Ini adalah wisata yang berkualitas karena berbasis konservasi,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif  (Menparekraf) Sandiaga Uno, melalui keterangan resmi, Jumat (31/3/2023).

 

Desa Wisata Nyarai terletak di kawasan hutan lindung di kaki Bukit Barisan yang dilalui Sungai Batang Anai. Desa ini memiliki daya tarik berupa sungai dengan beragam spot memancing dan pemandian. Pemandian Lubuak Napa dan Lubuak Larangan adalah pilihan lokasi ekowisata berbasis konservasi alam yang ada di Desa Wisata Nyarai.

 

Larangan penangkapan tersebut juga terkait dengan mitos dan cerita rakyat yang mengisahkan tentang keberadaan ikan-ikan tersebut sebagai penjaga keselamatan dan keseimbangan alam. Masyarakat setempat masih diperbolehkan menangkap ikan larangan, namun dengan menggunakan cara tertentu dan hanya dalam jumlah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

 

Pemanenan ikan dilakukan setahun sekali dengan kesepakatan antara pengelola nagari tersebut. Biasanya, pembukaan Lubuak Larangan di pada musim kemarau atau menjelang Idul Fitri.

 

Pembukaan atau pemanenan Lubuak Larangan biasanya dilakukan dengan memasang pagar di sekitar kawasan untuk menempelkan jaring. Sedangkan ikan yang ditangkap minimal di atas 250 gram atau ikan-ikan yang lebih kecil dapat kesempatan menjadi lebih besar dan bertelur.

 

Ikan larangan tersebut biasanya terdiri dari beberapa jenis ikan seperti ikan baung, ikan lais, ikan patin, ikan lele, dan ikan gabus. Menurut kepercayaan masyarakat, ikan-ikan tersebut memiliki kaitan dengan kelestarian alam yang harus dihormati dan dijaga keberadaannya.

 

Aturan tersebut sudah diterapkan secara turun-temurun oleh masyarakat minangkabau karena dianggap sebagai simbol kearifan lokal dan keberagaman budaya yang perlu dilestarikan. Namun, bukan berarti wisatawan tidak bisa menikmati sensasi memancing di desa wisata ini.

 

Desa Wisata Nyarai menawarkan berbagai paket wisata memancing diantaranya paket wisata Mahseer Fly Fishing dan paket wisata Spearfishing. Masing-masing paket wisata tersebut menawarkan pengalaman sensasi memancing yang berbeda dari tempat lain.

 

Misalnya, dengan harga Rp 500.000 per orang wisatawan yang mengikuti paket Mahseer Fly Fishing dapat menangkap ikan di Lubuak Larangan, namun ikan tersebut harus dilepas kembali dan tidak untuk dimakan. Sementara itu, Spearfishing yang seharga mulai Rp 50.000 menawarkan pengalaman mengejar ikan yang cukup sulit ditangkap seperti ikan gariang atau semah yang dagingnya manis, tapi banyak tulangnya.

 

“Jangan sampai keindahan alam yang kita jual ini justru malah tidak ramah lingkungan dan kita harapkan kita bersama-sama bisa membangun destinasi ini menjadi destinasi wisata berkelas dunia,” pungkas Sandiaga.

 

Penulis: Erdhi

Editor: Soleha.tn

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *