Tradisi Bakar Batu, Simbol Persatuan dan Kebersamaan

Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @gagal_hijrah
Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @gagal_hijrah

Share This Post

Papua – Bakar Batu merupakan warisan budaya nenek moyang dari zaman dahulu hingga sekarang yang masih lestari di tanah Papua, khususnya daerah pegunungan. Konon, tradisi ini sebagai simbol persatuan dan kebersamaan antar suku, atau yang lebih dikenal dengan istilah silaturahmi.

 

Bakar batu merupakan suatu tradisi memasak baik untuk daging, umbi-umbian, sayur-sayuran dengan batu yang dibakar dengan menggunakan bara api. Tradisi ini dapat ditemukan di beberapa daerah seperti Wamena, Pegunungan Bintang, Yalimo, Mimika, Jayawijaya, Deiyai, dan beberapa wilayah lainnya.

 

Tradisi ini biasanya diselenggarakan pada peringatan hari besar seperti upacara adat, tasyakuran, pernikahan, kelahiran, persiapan perang, menyambut tahun baru, perdamaian setelah terjadi perang, dan banyak hal lainnya. 

Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @tni_ad
Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @tni_ad

Nilai-nilai yang Terkandung dalam Tradisi Bakar Batu

 

Dalam pelaksanaan tradisi bakar batu, terdapat beberapa nilai yang terkandung didalamnya, diantaranya: nilai solidaritas, nilai toleransi, dan nilai perdamaian.

 

Nilai Solidaritas, hubungan antara bakar batu dengan nilai solidaritas suku-suku di wilayah pegunungan tengah Papua amatlah kuat. Karena mereka meyakini bahwa bakar batu merupakan bentuk identitas bersama. Masyarakat Papua meyakini jika bakar batu memiliki nilai filosofis yang dalam dan sebagai bentuk satu kesatuan, tidak membedakan secara geografis dan kesukuan, sehingga tradisi ini penanda nilai persatuan serta kebersamaan. 

 

Bakar batu menjadi suatu momentum yang sangat unik, karena sebuah perbedaan berubah menjadi persatuan dan kesatuan. Dengan demikian upacara bakar batu menjadi tempat berkumpul sekaligus melakukan dialog dan komunikasi antar satu suku dengan suku lainnya.

 

Nilai Toleransi, pada awalnya tradisi bakar batu ini hanya membakar daging babi. Akan tetapi seiring berjalannya waktu bakar batu ini tidak hanya menyajikan daging babi saja, melainkan daging-daging lainnya seperti ayam untuk disuguhkan kepada mereka yang tidak memakan daging babi. Ini merupakan salah satu bukti bahwa masyarakat Papua memegang teguh nilai toleransi.

Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @BsmiJayawijaya
Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @BsmiJayawijaya

Nilai Perdamaian, masyarakat pegunungan pada umumnya tidak terlepas dengan peperangan antar suku. Banyak faktor yang menjadi pemicu, seperti: perempuan, agama, sengketa lahan bahkan politik. Dalam permasalahan tersebut hadirlah bakar batu sebagai jembatan untuk membangun kembali perdamaian antar suku yang berperang.

 

Perselisihan yang terjadi akan dianggap selesai atau damai apabila sudah melewati beberapa mekanisme adat yang berlaku dan diakhiri dengan bakar batu dari kedua belah pihak. 

 

Pelaksanaan Tradisi Bakar Batu

 

Pelaksanaan tradisi bakar batu perlu mempersiapkan beberapa bahan yang dibutuhkan untuk memasak, seperti kayu, daun pisang dan rumput. Selain bahan-bahan tersebut, yang wajib disiapkan juga bahan-bahan yang akan dimasak seperti daging babi, daging ayam, daging bebek, sayuran, dan umbi-umbian.

Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @tni_ad
Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @tni_ad

Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah menyusun kayu yang sudah disiapkan sebagai bahan bakar untuk memanaskan batu. Setelah kayu tersusun rapi, selanjutnya letakkan batu secara rapi diatasnya agar batu menjadi panas hingga membara dan merata.

 

Sambil menunggu batu membara, perlu terlebih dahulu menggali lubang sedalam 50-60 cm dan berbentuk seperti wajan. Hal ini dilakukan dengan tujuan penyusunan bahan-bahan akan lebih gampang dan daging akan matang secara merata. Jika lubang sudah terbentuk maka selanjutnya meletakkan rumput atau alang-alang sebagai alas lubang dan di atasnya ditambah dengan daun pisang sebagai lapisan pertama.

 

Sebagai lapisan kedua, kita perlu menaruh batu yang sudah dipanaskan secukupnya diatas daun pisang. Kemudian dilanjutkan dengan melapiskan kembali daun pisang untuk menutupi batu-batu yang membara.

 

Jika batu yang membara tersebut sudah tertutup daun pisang, maka letakkan umbi-umbian seperti ubi jalar, singkong, dan lain sebagainya. Kemudian di atasnya tutup kembali dengan daun pisang hingga tertutup semua.

Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @tni_ad
Bakar Batu Tradisi Memasak Khas Papua. Sumber Foto: Twitter @tni_ad

Setelah itu, dilanjut dengan meletakkan kembali batu panas diatasnya, sekiranya agar semua panas dari batu-batu tersebut dapat menjalar secara merata dan agar bahan dibawahnya maupun di atasnya matang sempurna. Setelah itu tutup kembali dengan daun pisang secukupnya dan pada lapisan selanjutnya taruhlah daging babi atau ayam serta sayuran-sayuran yang sudah disiapkan. 

 

Penataan sayuran biasanya diletakkan mengelilingi daging diatas, disamping, maupun di bawahnya. Selain itu di lapisan ini juga ditaruh batu yang dibungkus dengan daun pisang, batu disini memang dibutuhkan lumayan banyak agar daging matang dengan sempurna. Kemudian dilanjut lagi dengan lapisan daun pisang di atasnya daging dan sayuran.

 

Lapisan terakhir adalah meletakkan batu panas lagi secukupnya dan tunggu sampai bahan didalam matang. Adapun waktu yang diperlukan untuk menunggu hingga masakan didalam tumpukan batu bakar ini matang sekitar 2 jam (dua jam), untuk selanjutnya makanan tersebut siap bongkar dan siap untuk disajikan dan disantap.

 

Editor: Irman

 

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Budaya Lainnya