KARANGANYAR – Ratusan perangkat desa yang tergabung dalam DPC Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Karanganyar ingin kewenangan pemerintah desa dalam penggunaan anggaran desa dikaji ulang oleh pemerintah pusat. Ketua DPC PPDI Karanganyar Sugeng Wiyono mengatakan munculnya aspirasi tersebut karena perangkat desa merasa haknya dalam menjalan program telah diambil alih oleh pemerintah pusat.
”Kami menyuarakan tata kelola keuangan desa yang sekitar 68 persen Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) digunakan untuk program pemerintah pusat,” kata Sugeng, Sabtu (18/3/2023).
Menurut Sugeng, desa cukup kesulitan mengembangkan potensinya setelah adanya Undang-Undang Desa Tahun 2020 yang sebelumnya mengatur tentang penanganan dampak dari adanya Covid-19. Hal itu karena semua program pemerintah pusat mulai dari sosial, ekonomi dan kesehatan dibebankan pada anggaran desa.
”Semua program pemerintah pusat baik di bidang sosial maupun bidang kesehatan maupun ekonomi dibebankan di anggaran desa. Dan desa hanya mengelola sekira 32 persen saja dari anggaran desa tersebut. Kami kemarin sudah mengusulkan agar UU itu dihapus atau direvisi, karena desa saat ini tidak bisa apa-apa,” jelas Sugeng.
Bupati Karanganyar Juliyatmono yang hadir dalam pelepasan perwakilan kepala desa ke Jakarta untuk memperingati refleksi UU desa mendukung tuntutan tersebut agar UU Desa Tahun 2020 dilakukan evaluasi. Menurut Juliyatmono, program pemerintah pusat tidak bisa semuanya dibebankan pada anggaran desa karena dinilai tidak efektif dan akan memberatkan desa.
”Memang banyak titipan program dari pemerintah pusat yang semua itu dibebankan ke pemerintah desa. Oleh karena itu, hal tersebut harus segera dihindari, tidak boleh pemerintah pusat membuat program. Kemudian anggarannya dibebankan ke pemerintah desa, karena hal tersebut tidak efektif dan justru malah memberatkan desa. Mereka tidak akan bisa berkembang, karena masing-masing desa itu berbeda-beda pendapatannya,” tutup Juliyatmono.
Penulis: Erdhi
Editor: Soleha.tn