SURABAYA- Tajin sappar sudah cukup familiar di kalangan masyarakat Jawa. Utamanya, masyarakat Jawa Timur. Dalam bahasa Madura, Tajin memiliki makna bubur. Sedangkan sappar adalah sebuah nama bulan dalam tahun Hijriyah. Sehingga, tajin sappar dapat diartikan sebagai bubur safar. Kudapan manis ini memiliki makna filosofis yang cukup dalam, yakni sebagai kudapan untuk mempererat silaturahmi.
Pada umumnya, masyarakat Jawa menghidangkan kudapan ini untuk menyambut bulan Safar. Biasanya, tajin sappar yang sudah diolah dibagikan kepada tetangga dan sanak saudaranya, begitu sebaliknya. Dalam istilah Madura dikenal dengan sebutan ter-ater.
Tradisi ini hanya dapat ditemui pada mayoritas daerah di Jawa Timur. Diantaranya adalah Sumenep, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso, Jember, Probolinggo, dan Lumajang.
Cita Rasa Tajin Sappar
Tajin sappar merupakan bubur yang bahan utamanya terdiri dari tepung beras atau beras ketan, gula merah dan santan. Umumnya, adonan akan dibuat bulat menyerupai kelereng, atau lumrahnya bentuk adonan ini disebut candil. Adonan ini dibuat dengan direndam gula merah, hingga warnanya kecoklatan menyerupai gula merah.
Adonan candil dihidangkan disertai dengan siraman bubur warna putih yang memiliki tekstur cair. Bubur ini memiliki cita rasa agak asin. Tak hanya itu, hidangan juga disirami kuah santan. Untuk mempercantik hidangan, beberapa golongan masyarakat menambahkan dengan taburan mutiara. Namun, penambahan ini sifatnya tidak wajib.
Lumrahnya, tajin sappar disajikan di atas piring yang sudah dilapisi daun pisang muda dengan tujuan untuk menambah aroma harum. Secara keseluruhan adonan tajin sappar memiliki rasa yang cukup legit, terlebih bagian bubur candilnya. Namun, rasa manis itu dapat diimbangi dengan siraman adonan bubur putih dan santan yang cenderung memiliki rasa asin. Adapun tekstur bubur yang telah dibentuk candil memiliki rasa yang kenyal. Selain itu varian tambahan rasa di atasnya seperti irisan nangka, butiran mutiara dan segumpal bubur sumsum juga akan lebih menggoda lidah.
Keunikan Tajin Sappar
Bubur ini dapat dibilang cukup unik. Sebab, hanya dapat ditemukan pada bulan safar saja. Kudapan ini cukup sulit ditemukan pada hari- hari biasa, terutama pada kalangan masyarakat Jawa dan Madura.
Keunikan lainnya adalah, sajian tajin sappar wajib dibagikan kepada sanak saudara dan tetangga sekitar. Sedangkan tetangga yang menerima juga membagikan hasil masakan tajin sappar kepada tetangga yang memberinya dengan sama-sama mengantarkan langsung ke rumahnya tanpa diminta.
Selain itu keunikan tajin sappar bisa ditemukan dalam bahan baku adonannya yang perpaduan dari manisnya gula merah dengan gurihnya santan dan asinnya garam. Perpaduan beberapa bahan baku yang sifatnya gurih, manis, dan asin seperti itu hanya bisa ditemukan di tajin sappar.
Uniknya lagi tajin sappar di setiap daerah memiliki bentuk dan campuran berbeda-beda tetapi tetap dinamakan tajin sappar. Seperti di Bondowoso dicampur dengan nasi ketan, di Situbondo bentukan adonan candil dirupakan dalam warna-warna yang berbeda.
Nilai Sejarah dan Makna Filosofi Tajin Sappar
Sejarah yang berkembang selama ini menyebut bahwa tradisi peringatan bulan safar melalui pembuatan tajin sappar berlangsung pada era Kanjeng Raden Syahid atau Sunan Kalijogo. Tradisi tajin sappar merupakan media dakwahnya untuk menyiarkan agama islam lewat budaya dan tradisi.
Tajin sappar tidak hanya sebuah kudapan masyarakat Jawa Timur. Lebih dari itu, tajin sappar memiliki makna filosofis mendalam. Pertama, tajin sappar digunakan sebagai media untuk menjalin silaturahmi dan meningkatkan solidaritas sosial. Kedua, menjadi media untuk mengingatkan asal muasal manusia, agar tidak sombong dan senantiasa menjaga kasih sayang antar ciptaan Tuhan. Adapun makna warna merah atau kecoklatan pada tajin sappar menunjukkan darah seorang ibu. Sedangkan warna putih dan bentuk bulat pada adonan candil menunjukkan sperma dan embrio dari terbentuknya manusia.
Editor: Ani