Kolomdesa.com, Merangin – Desa Durian Rambun, desa adat di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi berhasil mengurangi emisi karbon dunia. Mengapa tidak, masyarakat di desa ini kompak menjaga hutan.
Hutan Desa Rio Kemuyang namanya, merupakan benteng terakhir di sebelah timur Taman Nasional Kerinci Seblat. Luasan hutan desa ini 4.484 hektar.
Sebelumnya, kawasan hutan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta. Sejak masuknya perusahaan tersebut di kawasan hutan, masyarakat desa adat Durian Rambun merasakan kerugian sebab hutan dirusak dan mata pencaharian mereka terganggu.
Hingga pada tahun 2006, terjadi demo besar-besaran yang digelar oleh warga Desa Durian Rambun. Mereka mendesak agar hutan adat dikembalikan ketika masa izin perusahaan habis pada 2008.
Namun, pada tahun 2009 masyarakat dihadapkan oleh permasalahan baru. Banyak eksodus yang masuk ke wilayah hutan dan membabatnya dalam skala yang besar. Untuk mempertahankan wilayah, seluruh masyarakat desa sepakat mengajukan izin untuk mengelola hutan sebagai hutan adat secara legal ke Kementerian Kehutanan.
Pengusulan panjang berbuah. Warga desa mendapatkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 361 pada 2011. Hutan lepas dari Injapsin dan kembali ke masyarakat adat.
“Akhirnya setelah surat keputusan itu muncul. Hutan kembali pada kami,” ungkap Muhammad Abton, Kepala Desa Durian Rambun pada Kolom Desa, Kamis (16/1/2025).
Berkah Jaga Hutan

Siapa sangka, Desa Durian Rambun menjadi salah satu desa penerima jasa imbal karbon dari salah satu lembaga di Eropa. Mereka menerima dana sebesar 100 juta rupiah per tahun. Dana tersebut digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan desa.
Menurut Abton, Setidaknya lima lembaga layanan masyarakat yang mengelola dana imbal jasa karbon tersebut antara lain; Pemerintah Desa Durian Rambun, Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), Pemuda Desa, Lembaga Adat, dan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Setelah beroleh status sebagai Hutan Desa, warga membentuk tim patroli sendiri yang tergabung dalam LPHD untuk memastikan semua hal yang dilarang di hutan tidak terjadi. Selain pengamanan, lembaga ini bertugas untuk merehabilitasi kawasan hutan dan melakukan edukasi terhadap masyarakat desa.
Sementara itu, pemuda desa juga diberi kesempatan untuk mengelola dana imbal jasa karbon untuk meningkatkan kapasitas fasilitas publik yang ada di desa Durian Rambun. Mereka menggelar kegiatan-kegiatan sosial terutama di bidang olahraga.
“Kami rasa pemuda desa juga perlu disentuh, makanya pemuda juga diberi bantuan dalam bentuk meningkatkan budaya sosial serta kegiatan-kegiatan olahraga di desa,” ungkap Abton.
Di samping itu, KUPS bergerak sebagai pendukung ekonomi masyarakat. Kelompok yang didominasi oleh perempuan ini fokus pada budidaya kopi, madu dan produk lokal lain.
Menurut Abton, meski dengan dana 100 juta yang dapat dibilang tidak sebanding dengan nilai menjaga hutan, namun warga Desa Durian Rambun dapat memaksimalkan peluang tersebut. Dana tersebut setidaknya memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial kepada masyarakat.
“Bukan nilai materi yang kami prioritaskan, namun nilai dalam menjaga hutan itu yang lebih penting bagi kami. Banyak yang bertanya pada kami tentang dana imbal jasa tersebut, itu yang perlu kami luruskan,” terang Abton.
Merawat Generasi
Abton menceritakan, loyalitas warga desa Durian Rambun terhadap kelestarian hutan juga menjadi faktor bertahannya Hutan Rio Kemuyang hingga saat ini. Semenjak hutan kembali pada masyarakat adat, Abton mengaku belum ada masyarakat yang menebang pohon.
Padahal, 99% masyarakat bergantung pada kayu untuk kebutuhan bangunan. “Sebagai bahan utama pembangunan gitu,” katanya.
Untuk menyiasati hal tersebut, lembaga adat memperbolehkan warga desa menebang pohon dengan syarat untuk kepentingan pribadi dan tidak diperjual-belikan. Setiap kepala keluarga memiliki 1 kuota pohon untuk ditebang dan harus menanam 5 bibit pohon yang baru.
“Meski sistem tebang 1 tanam 5 membutuhkan waktu yang cukup lama, setidaknya ini menjaga tingkat pembukaan lahan tetap rendah,” katanya.
Menjaga hutan juga menjadi tanggung jawab generasi selanjutnya. Langkah yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Durian Rambun adalah terus meregenerasi LPHD dengan melibatkan anak muda.
“Ini sudah tahun ketiga. Kebetulan saya adalah angkatan pertama,” ungkap Abton, yang pernah menjabat sebagai koordinator LPHD.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Merangin juga turut memberika kontribusi pada pengelolaan hutan. Abton menuturkan, desanya mendapatkan alokasi bantuan setiap, dari 15 juta pada 2021 hingga mencapai 50 juta rupiah di tahun 2023. Hal itu tertuang dalam Perbup No. 02 tahun 2021 tentang Dukungan Dana Daerah dalam Bentuk Afirmasi Dukungan Perhutanan Sosial.
“Dana ini kami gunakan untuk mendukung kegiatan pengelolaan hutan dan program kesejahteraan masyarakat,” kata dia.
Abton mengungkapkan, hal terpenting dalam menjaga hutan adalah menjaga keseimbangan.
“Program ini harus berangkat dari kesadaran bersama bahwa menjaga hutan adalah investasi jangka panjang. Kami juga terus mendorong masyarakat untuk beralih ke pola agroforestri dan memanfaatkan lahan tidur secara bijaksana,” tutup Abton.