Kolom Desa

Transformasi Kakao Nglanggeran: Mengangkat Nama Desa hingga Mancanegara

Wisatawan Mancanegara Saat Menjajal Coklat Khas Desa Nglanggeran di Griya Cokelat Nglanggeran. Sumber Dokumentasi: Ibu Surini Ketua Griya Cokelat

Kolomdesa.com, Yogyakarta – Kabupaten Gunungkidul memiliki potensi yang baik dalam bidang pertanian, peternakan dan hortikultura. Salah satu produk unggulan dari sektor hortikultura yang telah dikenal oleh masyarakat lokal hingga pasar internasional, yakni sentra tanaman dan olahan kakao atau cokelat. 

Komoditas kakao Gunungkidul menjadi unggulan karena kualitasnya yang baik, serta menghasilkan panen yang melimpah. Selain itu, produk hasil olahannya juga memiliki banyak variasi.

Salah satu wilayah yang diakui sebagai sentra kakao di Gunungkidul adalah Desa Nglanggeran. Produk kakao di desa tersebut dinilai memiliki cita rasa yang khas dan mampu bersaing di pasar internasional.

“Ada banyak program bantuan dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat, seperti pendampingan dan pemberian stimulan. Rata-rata usia tanaman coklat hanya sampai 30 tahun saja sehingga perlu peremajaan untuk peningkatan produktivitas dan menjaga kualitas yang dihasilkan,” ungkap Kepala Desa Nglanggeran, Widada, kepada Kolomdesa, Selasa (10/9/2024).

Lebih lanjut, Widada mengatakan, Gunungkidul yang dulunya dikenal sebagai daerah tertinggal, kini mulai menonjol sebagai kawasan dengan potensi besar, terutama di sektor pertanian dan pengolahan kakao.

Transformasi Kakao Nglanggeran: Mengangkat Nama Desa hingga Mancanegara

Griya Cokelat Nglanggeran saat menerima kunjungan dan menjelaskan produk Coklat. Sumber dokumentasi: Ibu Sumiati selaku Ketua Griya Cokelat Nglanggeran.

Griya Coklat Desa Nglanggeran

Produk cokelat Nglanggeran yang diproduksi masyarakat lokal dijual di pusat oleh-oleh desa bernama Griya Coklat Nglanggeran. Tak hanya menjual coklat, di pusat oleh-oleh tersebut pengunjung atau wisatawan dapat mengetahui secara langsung proses pembuatan produk, belajar dan praktek pembuatan dodol kakao, sampai mencicipi produk hasil karya sendiri.

Menurut Widada, cita rasa produk coklat khas Gunungkidul itu tidak kalah dengan merek-merek cokelat terkenal. Widada mengaku, kualitas cokelat dari Desa Nglanggeran yang bagus siap dikenalkan ke pasar global.

“Coklat-cokelat di Desa Nglanggeran ini dapat menjadi produk ekspor yang bisa bersaing di skala global. Yang perlu kita pastikan adalah keberlanjutan produknya,” kata Widada.

Melalui Griya Coklat Nglanggeran, berbagai produk olahan coklat dikenalkan dan dipasarkan. Produk-produk yang dijual juga memiliki banyak variasi, mulai dari keripik pisang coklat, minuman coklat, onde-onde cokelat, dodol coklat, dan masih banyak lagi. 

Griya Coklat Nglanggeran memiliki ratusan pengunjung tiap harinya. Lonjakan signifikan terjadi saat libur panjang, seperti libur penghujung akhit tahun. Di bulan Desember 2023 kemarin, ada 709 wisatawan.

“Jumlah 709 ini hanya rombongan yang mengambil paket di Desa Wisata Nglanggeran. Lain yang datang ke sini secara mandiri, angkanya bisa lebih,” jelas Ahmad Nasrudin selaku Ketua BUMDesa Tunas Mandiri yang mengawasi Griya Coklat, Jumat (13/9/2024).

Nasrudin menambahkan, omzet per bulan Griya Coklat Nglanggeran dapat mencapai sekitar Rp 60 hingga Rp70 juta. Ketika libur panjang seperti Libur Natal dan Tahun Baru, omzet dapat mencapai Rp 80 juta.

Produk Unggulan Griya Cokelat Desa Nglanggeran. Sumber dokumentasi: Ibu Sumiati selaku Ketua Griya Cokelat Nglanggeran.

Fermentasi Coklat Desa Nglanggeran Ekspor sampai ke Swiss

Griya Coklat Desa Nglanggeran di bawah naungan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Nglanggeran, sedang menjalin kerja sama dengan perusahaan cokelat asal Swiss. Saat ini, Nglanggeran menjadi mitra yang memasok fermentasi kakao ke negara tersebut.

Kerja sama dilakukan sepanjang tahun 2023. BUMDesa Nglanggeran telah mengekspor fermentasi kakao dengan nama produk ‘Coklat Munair’ hingga 100 kg dengan harga awal sebesar Rp60.000/kg.

Tahun lalu, laba dari hasil ekspor ke Swiss saja mencapai Rp 6 juta. Tahun ini kerjasama masih berlanjut, BUMDesa Nglanggeran menaikkan harga fermentasi kakao menjadi Rp110.000 hingga Rp120.000/kg. 

“Kerja sama kami tidak mengikat. Kalau mereka telpon dan kami memiliki stok fermentasi kakao ya kami kirim. Mungkin mereka ingin menjaga pasokan kakao dari kami jadi dua kilogram saja mereka mau mengimpor,” ungkap Widada.

Widada menjelaskan tiap tahun ada sekitar 1.000 pohon kakao yang ditanam di Desa Nglanggeran. Tahun lalu, penanaman bahkan mencapai 3.000 pohon. Sampai saat ini, ada sekitar 6.500 pohon kakao yang ada di Desa Nglanggeran.

Editor: Rizal K

Exit mobile version