Kolom Desa

Mengubah Polusi Jadi Potensi: Sabut Kelapa Desa Gagah Tembus Pasar Internasional

Kolomdesa.com, Pamekasan – Limbah sabut kelapa jadi berkah untuk Desa Gagah, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan. Muhammad Warid, salah satu warga Gagah mengolah limbah sabut kelapa menjadi cocofiber dan cocopeat, serta berhasil tembus pasar internasional.

Desa Gagah memiliki potensi pohon kelapa yang cukup besar. Warga biasa mengambil batok beserta dagingnya saja untuk dijual, dan sabut kelapa berakhir menjadi limbah. 

Hal tersebut membuat Warid resah. Kata dia, tumpukan sabut kelapa itu menyebabkan polusi, sebab dibakar saban pagi dan sore. 

“Jadi saya ada ide untuk mengumpulkan dan mengolahnya, iseng aja. Daripada hanya menjadi polusi,” tuturnya kepada Kolomdesa, Senin (12/08/2024). 

Pria yang akrab disapa Farid itu akhirnya membuat produk bernama Cak Ropet (Roma Sepet) dengan produk unggulan cocofiber dan cocopeat. Cocofiber biasa dipakai untuk bahan baku matras, jok mobil dan sebagainya, sedangkan cocopeat menjadi media tanam bagi pertanian modern. 

Usaha yang dikelola Farid ini sempat mendapat respon negatif dari warga sekitar. Farid menganggap pengetahuan warga terhadap pengolahan limbah sabut kelapa masih kurang. 

“Ini jadi misi besar saya,” ungkapnya. 

Pulang Karena Covid, Jemput Rezeki di Rumah

Mengubah Polusi Jadi Potensi: Sabut Kelapa Desa Gagah Tembus Pasar Internasional
Proses pengolahan sabut kelapa menjadi cocofiber dan cocopeat. Sumber: Dokumentasi Muhammad Warid.

Farid menceritakan pengalaman awal mula mendirikan usaha sabut kelapa. Ia memulai usahanya pada tahun 2018. Saat itu Farid masih menjabat sebagai manager di salah satu perusahaan minuman beralkohol di Surabaya. Untuk memudahkan mobilisasi, Farid meminta kakaknya untuk mengurus usaha sabut kelapa di Pamekasan. 

Tahun 2020, sebagaimana nasib para pekerja pada umumnya, Farid terimbas dampak Pandemi Covid-19. Ia menjadi bagian dari pegawai yang di-PHK massal.

Mau tak mau, Farid harus segera memutar otak untuk mencari penghasilan lain. Ia bertolak ke kampung halamannya, fokus pada usaha sabut kelapa yang sudah dimulainya. 

Farid mengaku mengalami kesusahan pada saat itu. Fasilitas untuk mengolah sabut kelapa masih sangat terbatas. Ia juga harus menghadapi kendala teknis karena tidak memiliki latar belakang dalam bidang industri.

Ia sempat melobi pemerintah setingkat desa hingga ke dinas daerah. Namun hasilnya nihil. 

“Saya waktu itu juga ke OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Kabupaten Pamekasan. Hanya dapat semangat saja,” katanya. 

Di keadaan yang serba sulit tersebut, memaksa Farid untuk belajar banyak hal, termasuk mengelas dan merakit mesin sendiri. Atas dedikasi dan komitmennya, Farid berhasil mengatasi berbagai persoalan teknis yang dihadapinya.

Di sisi lain, Farid tak gentar untuk mencari ladang kesempatan agar bisnisnya terus berkembang. Ia tak pernah absen dari pameran atau bazar UMKM, terutama yang digelar di kota besar. Ia beberapa kali mendapat dana hibah dari program perusahaan swasta dan perbankan. 

“Saya sering ikut event-event yang ada di Jakarta dan di Bandung. Kemarin saya dapat reward dari DSC (Diplomat Success Challege), BRILianpreneur, bjbpreneur. Kami dapat permodalan dari situ,” tambah Farid. 

Tak hanya menambah modal untuk pengembangan bisnisnya, Farid juga mendapatkan relasi yang berguna melalui acara-acara itu. Ia  bertemu dan berkomunikasi dengan pembeli baik dari dalam hingga luar negeri. 

Potensi Ekspor yang Luar Biasa

Proses pengolahan sabut kelapa yang dilakukan oleh Farid dimulai dari bahan mentah yang dikumpulkan. Sabut kelapa direndam untuk menghilangkan debu dan zat tanin yang berbahaya bagi tanaman. 

Setelah direndam, sabut kelapa digiling menggunakan mesin yang mereka modifikasi sendiri. Proses penggilingan ini menghasilkan dua produk utama: cocofiber dan cocopeat.

Cocofiber biasanya digunakan sebagai media tanam, bahan kasur spring bed, dan berbagai kerajinan tangan. Di pasar internasional, terutama di Cina, cocofiber memiliki permintaan yang cukup tinggi. Sedangkan Korea Selatan dan Spanyol menjadi pasar Cocopeat untuk pertaniannya. 

Cocopeat sangat berguna untuk tanaman yang sulit tumbuh di tanah Indonesia karena membantu meningkatkan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman. Di Madura, terutama di Kabupaten Pamekasan, produk-produk ini masih langka karena belum banyak yang memanfaatkannya secara maksimal.

Kerajinan tangan berupa tas, sandal dan pot bunga produksi Cak Ropet. Sumber: Dokumentasi Muhammad Warid.

Produk-produk seperti cocofiber, cocopeat, dan kerajinan tangan dari sabut kelapa kini tidak hanya diminati oleh pasar lokal, tetapi juga oleh pasar internasional. Beberapa produk Cak Ropet milik Farid bahkan telah dikirim sebagai sampel untuk potensi ekspor.

Cak Ropet sukses mengekspor produk berupa 18 ton cocofiber atau serabut kelapa ke Cina pada Maret lalu. Ekspor perdana ini ibarat benih harapan yang akhirnya tumbuh menjadi pohon kuat.

“Saya menjalankan usaha ini secara penuh dengan jerih payah, bahkan sampai bisa ekspor. Bagi yang memiliki cita-cita tinggi, kita harus banyak berbagi ilmu,” kata Farid.

Berdayakan Masyarakat Lokal

Di pedalaman kampung di Pulau Madura, masih banyak masyarakat yang belum mengenyam pendidikan secara tuntas. Farid mengatakan, masyarakat di Desa Gagah masih banyak yang putus sekolah untuk segera bekerja atau menikah dini. 

“Banyak anak-anak muda di lingkungan kami itu lulus SD gak lanjut sekolah, ada yang nikah dan langsung bekerja. Jadi saya manfaatkan di situ gimana anak-anak ini bisa bekerja meskipun tanpa skill khusus,” beber Farid. 

Farid merekrut ibu rumah tangga untuk pekerjaan kerajinan tangan dari sabut kelapa. Sabut kelapa tersebut dibuat menjadi tas, sandal, dan pot bunga. Produksi kerajinan tangan ini memang disasarkan untuk masyarakat lokal. 

Kerajinan tangan berupa tas, sandal dan pot bunga produksi Cak Ropet. Sumber: Dokumentasi Muhammad Warid.

Ibu rumah tangga yang tergabung dalam Cak Ropet menjemput bahan di rumah produksi, dan dapat membawanya pulang untuk dikerjakan di rumah masing-masing. 

Tujuannya agar mereka dapat nyambi pekerjaan rumah atau mengasuh anak. Sehingga mereka mendapat pemasukan tambahan tanpa harus keluar rumah. 

Saat ini, Cak Ropet memiliki 13 pekerja aktif. 7 dari 13 pegawainya merupakan penyandang disabilitas. Ada yang tuna wicara dan tunagrahita. 

“Alasan saya merekrut mereka adalah agar mereka tetap memiliki lapangan pekerjaan. Kebanyakan perusahaan rokok di daerah sini pastinya tidak mau menampung karena tidak memenuhi standar mereka,” katanya. 

Tak hanya menyediakan lapangan pekerjaan, Farid juga tergabung sebagai mitra di P3MI Provinsi Jawa Timur. Ia bertugas memberikan pelatihan industri kreatif pada 30 orang binaannya. Harapan dia, peserta pelatihan mampu berdaya di negara sendiri. 

“Hingga saat ini sudah ada yang menjadi supplier bahan baku, ada yang jadi pembuat kerajinan. Itu tersebar di lima kecamatan di Pamekasan,” katanya. 

Mengutip peribahasa “apa yang ditanam itulah yang dituai”, perjuangan keras Farid menumbuhkan hasil. Ia mengaku banyak permintaan dari luar negeri bahkan melampaui kapasitas produk di perusahaan. 

“Kemarin ada permintaan 5 kontainer, sedangkan saat ini kami hanya bisa memenuhi 3 kontainer dalam sebulan. Ini yang jadi target capaian kami ke depan untuk memperluas jangkauan untuk mendapatkan bahan bakunya,” terangnya. 

Dukungan Pemerintah Masih Diperlukan

Sebelum mengakhiri proses wawancara, Farid sempat curhat bahwa usahanya ini masih belum mendapat dukungan dari pemerintah. Proses menuju ekspor sangat rumit, terutama masalah perizinan. 

Dukungan yang dimaksud adalah dari Pemerintah Desa Gagah hingga Kabupaten Pamekasan. Farid menyuplai semua kebutuhan usahanya murni dari usahanya sendiri.

Proses pengangkutan produk siap jual. Sumber: Dokumentasi Muhammad Warid.

“Kalau tidak bisa mendukung secara materi, saya harap mereka setidaknya memberi rekom,” bebernya.

Bahkan, informasi dan pengetahuan tentang ekspor Farid dapatkan dari pegawai Bea Cukai yang menjemput produknya ke Desa Gagah. Farid menyayangkan hal ini.

“Ini tentu karena belum adanya sinergitas dari pemerintah, yang kami harap ke depannya bisakah kita berkolaborasi agar Desa Gagah selangkah lebih maju lagi,” katanya. 

Editor: Rizal K

Exit mobile version