Kolomdesa.com, Bandung – Yayasan Bening Saguling mengembangkan inovasi dalam peningkatan nutrisi pada telur ayam dengan memanfaatkan magot sebagai campuran pakan ayam selain konsentrat. Penggunaan magot ini disinyalir dapat menghemat biaya hingga 50 persen.
Yayasan Bening Saguling merupakan yayasan yang bergerak dalam bidang pengembangan ekonomi kreatif dengan basis pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di bantaran sungai Citarum. Berdiri sejak tahun 2014, yayasan ini telah memiliki program baik di bidang pelestarian alam, pendidikan dan ekonomi kreatif.
Kegiatan yayasan yang berada di Desa Cihampelas, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat ini mencakup rencana aksi global (SDG’s), pemberdayaan, pendidikan, luas wilayah dan dampak kepada lingkungan dan masyarakat yang tinggi.
Yayasan ini memberdayakan masyarakat menengah ke bawah di Desa Cihampelas. Mayoritas mereka bermata pencaharian sebagai pemulung. Muhammad Dzikri Fauzan, Pengurus Yayasan Bening Saguling mengungkapkan, yayasan ini fokus pada pelestarian lingkungan dan membantu masyarakat agar berdaya dan bebas dari kemiskinan.
Peternakan ayam petelur ini dicanangkan sejak tahun 2023. Tujuannya, agar menjadi mata pencaharian alternatif masyarakat Desa Cihampelas, terutama bagi pemulung di sekitar sungai Citarum. Juga sebagai langkah mitigasi penumpukan sampah organik di Bandung Raya.
Tak asing lagi, telur ayam menjadi pilihan paling solutif masyarakat menengah ke bawah untuk pemenuhan gizi keluarga. Selain mudah didapatkan, harganya tak begitu mendongak.
Sebab alasan tersebut, Yayasan Bening Saguling menjual telur-telur tersebut kepada masyarakat bantaran sungai Citarum sebagai asupan makan sehari-hari.
“Sebagai pemenuhan misinya, telur hasil produksi tersebut hanya dipasarkan ke warga sekitar sini, sisanya kami jual ke grosir-grosir terdekat dari yayasan,” tutur Dzikri kepada Kolomdesa.com, Senin (22/07/2024).
Tekan Biaya Pengeluaran
Penggunaan magot di dunia peternakan ayam eksis menjadi alternatif yang dipilih oleh peternak. Selain menekan pengeluaran biaya, magot juga dinilai dapat menyuplai kandungan gizi lebih banyak pada telur yang dihasilkan.
Jika menggunakan konsentrat pabrik secara keseluruhan, lanjut Dzikri, yayasan mengeluarkan biaya dua kali lipat. Konsentrat dibanderol dari harga 6.000 hingga 7.000 rupiah per kilo. “Kalau pakai magot ini, kita bisa saving anggaran untuk pakan itu dari 3.000 sampai 3.500 ribu per kilo.”
Dzikri mengatakan, telur ayam yang diproduksi oleh Yayasan Bening Saguling ini dijual dengan angka di bawah harga pasar. “Kalau di warung-warung dijualnya sekitar 28 ribu perkilo, kami bisa menjual dengan harga 25 ribu per kilo,” ungkapnya.
Magot dibudidayakan secara swadaya, lokasinya tidak jauh dari peternakan ayam. Sekitar 13 pegawai yang mengurus peternakan sekaligus budidaya magotnya. Dalam sehari, sekitar 300 kg magot siap dipanen.
“Untuk pegawai, kami ajak yang mau-mau aja. Semua pegawainya dari desa kami,” katanya.
Solusi Penumpukan Biomassa Organik
Dalam sebulan, Yayasan Bening Saguling dapat mengumpulkan 20 hingga 30 ton sampah organik yang diangkut dari beberapa wilayah binaan Bank Sampah, meliputi Bandung Raya hingga Kota Cimahi.
“Hingga hari ini sudah ada sekitar 27 unit Bank Sampah yang tersebar di kota atau kabupaten tersebut,” katanya.
Setiap hari Selasa dan Rabu, petugas akan berkeliling untuk menjemput sampah-sampah tersebut untuk selanjutnya diolah kembali. Untuk menghemat waktu pengolahan, Yayasan Bening Saguling turut melakukan sosialisasi dan edukasi kepada warga bagaimana cara pemilahan sampah sesuai dengan kategorinya.
“Jadi cara kami adalah mengedukasi dulu, agar warga juga paham. Saat ini kami menjemputnya, sampah organik sudah terkumpul dan bisa ngasih makan langsung ke magotnya (tanpa memilah),” ucap Dzikri.
Menurut Dzikri, pengolahan sampah yang diprogramkan oleh Yayasan Bening Saguling dapat mengurangi jumlah sampah yang masuk ke sungai Citarum.
“Walaupun hari ini masih belum maksimal, setidaknya dengan langkah ini dapat merubah lingkungan sedikit demi sedikit,” pungkasnya.
Editor: Rizal K