Kolom Desa

Jember Coffee Centre dan Budidaya Kopi Santri di Desa Kemiri

Jember Coffee Centre di Desa Kemiri. Sumber Foto : Penulis

Kita memasuki era third wave kopi, sebuah era yang merubah segala subsektor kopi serta kebijakan dan dinamika kopi nasional. Era tersebut dapat disoroti lewat aspek bagaimana nasib petani kopi terhadap komoditas kopinya, juga bagaimana para petani kopi dapat survive dengan segala perubahan, baik kancah global sampai pada lokal. 

Penerapan standar dan metode kopi dari pengolahan hulu sampai hilir, seolah-olah menjadikan para petani kopi terpinggirkan, dan hanya berkutat pada wilayah tanam saja. Tentu ini menjadi sebuah problem bagi petani kopi ataupun para pegiat kopi di wilayah lokal, dengan mempertanyakan bagaimana mereka bisa survive dengan hasil kopinya? Atau menyerah begitu saja dengan budidaya lain dan memiliki daya tawar lebih?

Tantangan tersebut dapat dielaborasi dan dijawab oleh masyarakat Kecamatan Panti, khususnya di Desa Kemiri, Kabupaten Jember. Desa kemiri dengan potensi kopi dimilikinya berhasil menjawab persoalan tersebut melalui Jember Coffee Centre yang dibangun sebagai upaya mengembangkan komoditas kopi di Desa Kemiri dan sekitarnya.

Sejarah Jember Coffe Centre dan Nilai-Nilai Kesantrian

Jember Coffee Centre atau biasa disebut JCC memiliki sisi yang cukup unik, sebab ia diinisiasi oleh para santri Pondok Pesantren Al-Hasan. Dipelopori oleh salah satu keluarga ‘ndalem’, yakni Gus Misbach, para santri tersebut merawat visi untuk memperjuangkan nasib jangka panjang dan kesejahteraan petani kopi, dengan bersama-sama bergerak sebagai subjek di sektor kopi.

JCC mulai dibentuk pada awal tahun 2021, bertepatan pada masa-masa pandemi. Masa di mana masyarakat menghadapi kesulitan dan beradaptasi dengan kondisi yang serba terbatas. Rendahnya daya tawar petani dan tidak tertampungnya hasil tani kopi, menjadi motif titik keberangkatan berdirinya JCC. 

Melalui inisiasi JCC, Gus Misbach mengajak dan memberdayakan para santri untuk memiliki pengetahuan dan skill di sektor kopi. Kolomdesa.com mewawancarai salah satu alumni PP Al Hasan, Farhan.

Farhan bercerita bahwa awal-awal merintis dulu, ia sempat mengikuti pelatihan kopi di SCAA (Speciality Coffee Association Amerika) Jakarta. Dengan pengalamannya itu, saat ini ia dipercaya untuk menjadi Roastery kopi di JCC dan menjaga kualitas kopi, khususnya untuk dijual hingga dipasok menuju ekspor.

“Kalau dari awal belum ada, itu kan programnya baru mulai 2021. Mulai dari pelatihan barista, terus nanti kalau ada program pelatihan lagi, dari situ kita mengarahkan ke santri-santri, ataupun pegiat-pegiat seperti marbot masjid yang butuh edukasi ke pekerjaan. Di JCC kan seperti itu, meskipun sudah alumni dia tetap menjadi santri. Kebanyakan santri yang sudah menjadi alumni kan belum ada pengalaman ke dunia bisnis, dari situ kita tarik,” tutur Farhan.

Istilah “ngaji ngopi” merupakan semboyan familiar yang acapkali diserukan oleh  para santri dan masyarakat petani kopi. Hal tersebut menandai betapa eksisnya pesantren berkontestasi pada komoditas kopi.

Meskipun bukan hal baru, hal ini menunjukan bagaimana kelompok santri dengan nilai-nilai pesantrennya mampu menunjukan kemampuannya di sektor kopi, bukan hanya unggul di wilayah spiritual. Kopi tak hanya sebatas barang komoditas yang diperjualbelikan, namun melekat dengan konteks sosial budaya masyarakat, sehingga terkandung sebuah nilai spiritual dan perjuangan bersama. 

Farhan menambahkan, bahwa nilai spiritual pesantren atau nilai-nilai kesantrian sebenarnya dapat dimaknai untuk membantu lingkungan disekitarnya. Dalam konteks, petani kopi dan seluruh elemen yang ada didalamnya juga harus diberdayakan agar dapat  menjawab tantangan ke depannya.

“Kita juga melihat pasarnya kopi kan. Pasarnya kopi kan sedang naik daun sekarang, entah itu robusta, arabica, lagi naik. Dari situ memang problemnya kita seperti kayak processor, roastery, atau kafe-kafe yang lain itu ya menjadi PR untuk tetap mengedukasi petani sekitar agar tidak dibodohi,” tegas Farhan. 

Dari Produk Lokal Menuju Eksportir Kopi

Selaras dengan narasi Bupati Jember Hendy Siswanto dengan mendeklarasikan Jember sebagai “Penghasil Kopi Robusta Terbaik”. Para aktor dan pegiat kopi berlomba untuk membranding produksi kopinya.

Begitu pula dengan JCC, melalui potensi kopi dan produktivitas petani kopi di Desa kemiri yang terbentang di sepanjang lereng gunung Argopuro, JCC membuktikan bahwa dirinya sangat memungkinkan untuk bersaing di kancah lokal. 

Penanggung jawab produksi kopi JCC, Fauzi mengatakan, daya tawar JCC dengan membawa hasil produk dari petani, menjadikannya cukup dikenal oleh para distributor lokal. Beberapa industri kopi juga menaruh minat untuk membeli. 

“Wong ini dibuat produk kopi, kopi giras. Sama kayak yang Kediri itu, ngambilnya kopi dari sini, dia jual sudah pake produk 200 gram-an, branding sendiri. Banyak malahan itu peminatnya. Sampe kemarin itu per minggu sampai dua kali pengiriman 100 pack itu,” tutur Fauzi.

Jember Coffee Centre dan Budidaya Kopi Santri di Desa Kemiri
Produk kopi dan terlihat foto beberapa tokoh menunjukan hasil produk kopi JCC. Sumber Foto : Penulis

Seperti yang terlihat di beberapa pameran yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Jember, produk-produk JCC hasil olahan santri dan petani kopi Panti dipertontonkan di khalayak publik. Kopi dengan representasi santri menjadi sebuah ciri khas dari produk kopi tersebut. Keberadaannya menjadi sebuah simbol komitmen pemerintah daerah dalam pengembangan budidaya kopi di Jember.

Fauzi melanjutkan, bahwa hasil kopi dari JCC dipasok dalam beberapa jaringan ekspor, salah satunya program Misi Jual yang dirumuskan oleh Gubernur Jawa Timur. Ekspor produk kopi tentunya memiliki kualifikasi dan standar tersendiri, sehingga ini menjadi sebuah tantangan bagi JCC untuk meningkatkan kualitas kopinya dalam jumlah besar. 

“Juga kita kan kerja sama dengan Misi Jual. Misi Jual itu kan programnya Gubernur Jawa Timur.” Lanjut Fauzi.

Sampai saat ini JCC terus berkembang pesat, tak hanya dengan pasokan kopi yang diperdagangkan di pasar lokal maupun ekspor, namun juga dengan kualitas sumber daya manusianya.

Fasilitas dan alat produksi kopi yang dimiliki oleh JCC pula terbilang lengkap. Seperti mesin – mesin roasting yang terlihat di bangunan kafe milik JCC, sehingga ini pula yang menjadi daya tarik pengunjung ketika memasuki area kafe yang berada di dalam Pondok Pesantren tersebut. 

Mesin – mesin roasting ditampilkan di kafe milik JCC sebagai daya tarik pengunjung. Sumber Foto : Penulis

Beriringan dengan perkembangan komoditas kopi, JCC terus mengedepankan pemberdayaan dan menjadi wadah masyarakat petani kopi dan para santri untuk belajar dan mengembangkan diri. Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang tidak pernah usai mengingat laju pasar kopi yang cukup fluktuatif dan terus berubah.

Penulis : Lukacs Lazuardi

Editor: Rizal Kurniawan

Exit mobile version