Kolomdesa.com, Jayapura – Festival Ulat Sagu ke-III akan diselenggarakan pada 21-23 November 2024 di Kampung Wisata Yoboi, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura. Warga setempat menebang ratusan pohon sagu, yang kemudian dibiarkan membusuk untuk menghasilkan ulat sagu.
“Sagu harus ditebang lebih awal agar busuk dan menghasilkan ulat. Festival ini sepenuhnya didorong oleh semangat dan inisiatif masyarakat,” kata Ketua Panitia Festival Ulat Sagu ke-III, Billy Tokoro, Sabtu (9/11/2024).
Ia menyatakan bahwa selama tiga hari festival, pengunjung dapat menyaksikan proses memangkur sagu, panen ulat sagu, dan berjalan di hutan sagu. Berbagai kegiatan seperti mencicipi aneka olahan sagu, pameran, atraksi tari, panggung musik, serta diskusi tentang sagu bersama Charles Toto, atau dikenal sebagai Jungle Chef, juga akan digelar.
“Selain itu, akan ada taman gizi terapung,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa sagu sangat erat dengan kehidupan masyarakat Kampung Yoboi, dan kuliner sagu akan dikembangkan sebagai daya tarik ekowisata. Festival ini melibatkan semua lapisan masyarakat, termasuk pria, wanita, orang tua, anak-anak, dan pemuda.
“Sambil bapa-bapa siap di hutan mama-mama bikin taman gizi terapung. Anak-anak juga banyak terlibat,” jelasnya.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa festival tersebut berpotensi mendorong ekonomi masyarakat. Pada tahun lalu, hasil festival digunakan untuk membangun lapangan terapung. Kemudian pada tahun ini, untuk perbaikan jembatan utama yang rusak akibat banjir bandang akan menjadi prioritas.
“Masuk di areal festival tidak bayar. Kami dapat in come dari parkiran, perahu motor, ada kuliner ulat Sagu, olahan sagu, atraksi, kami ada tarifnya, tetapi masih kami bahas,Jadi kami ingin tunjukkan ketika kearifan lokal dijaga ada nilai jualnya, sasaran utama ini juga memasuki Hari Raya Natal di secara garis besar ada untuk kelompok gereja sudah punya cara untuk merayakan Natal dari hasil festival,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa penebangan ratusan pohon sagu adalah bagian dari tradisi turun-temurun, dengan penanaman kembali sebagai upaya pelestarian.
“Kearifan lokal sekaligus sebagai penanada bahwa ditahun-tahun ini sagu tumbuh kami lakukan festival di tahun itu. Jadi tidak butuh banyak biaya kami bikin saja,” imbuhnya.
Penulis : Roman
Editor : Aziz