Eco Paving di Desa Suka Maju: Inovasi Potensial yang Perlu Dirawat

Komunitas pengelola sampah bernama Bank Sampah Mandiri di Desa Suka Maju, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara menciptakan inovasi paving block dengan bahan dasar sampah plastik untuk menekan volume sampah di desa tersebut. Inovasi ini cukup potensial namun memerlukan peningkatan di beberapa aspek.
Paving Block hasil daur ulang dari sampah plastik yang dilakukan komunitas BSM Desa Suka Maju, Tenggarong Seberang. Sumber: Dokumentasi Kuswara.
Paving Block hasil daur ulang dari sampah plastik yang dilakukan komunitas BSM Desa Suka Maju, Tenggarong Seberang. Sumber: Dokumentasi Kuswara.

Kolomdesa.com, Kutai Kartanegara Sampah menjadi salah satu pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Tak mengherankan, pembahasan tentang pengelolaan sampah terus dilakukan di berbagai penjuru wilayah. 

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan, jumlah timbunan sampah nasional mencapai 31,9 juta ton per 24 Juli 2024, hasil input dari 290 kab/kota se-Indonesia. Dari total produksi sampah nasional tersebut, 63,3% atau 20,5 juta ton dapat terkelola, sedangkan sisanya 35,67% atau 11,3 juta ton sampah tidak terkelola dengan baik. 

Angka tersebut dapat terjadi sebab pertumbuhan angka penduduk meningkat. Namun, tempat pengelolaan sampah yang jumlahnya terbatas tentu menjadi masalah yang krusial untuk diselesaikan. 

Kutai Kartanegara, salah satu kabupaten di Kalimantan Timur memiliki sistem pengelolaan sampah yang lumayan baik. Menurut data BPS yang diperbarui pada 2 Juli 2024, persentase sampah terangkut per hari mencapai 90 persen. Dengan perkiraan produksi sampah per hari sebesar 174.50 dan volume sampah yang terangkut berada di angka 157.01. 

Salah satu wilayah di Kutai Kartanegara yang menciptakan inovasi pengolahan sampah berada Desa Suka Maju, Kecamatan Tenggarong Seberang. Sampah-sampah berupa plastik dijadikan sebagai bahan baku paving block yang berdaya jual. 

Inovasi ini diinisiasi oleh Yayuk Suhati, warga Desa Suka Maju. Industri kreatif ini ditekuni oleh komunitas bernama BSM atau Bank Sampah Mandiri. Melalui komunitas inilah Desa Suka Maju berhasil meminimalisasi pencemaran tanah maupun air. 

Ide membuat paving block ini diawali dari banyaknya sampah plastik yang berhamburan di sejumlah lokasi, baik di pinggir jalan, sekitar rumah, bahkan hingga ke parit dan sungai, sehingga melalui pemanfaatan menjadi paving block yang tidak harus plastik bersih, maka bisa mengurangi beban tanah mengingat plastik bisa terurai secara alami membutuhkan waktu hingga ratusan tahun.

Bahan dasar pembuatannya dari limbah plastik dari berbagai jenis. Antara lain kantong plastik, gelas, botol, jerigen, baskom, dan semua jenis barang rongsokan dari plastik. 

“Kami memakai bahan dasar yang masih layak. Semuanya plastik yang sudah tidak terpakai,” ungkap Yayuk pada Kolomdesa.com (11/11/2024). 

Tak Kalah dengan Metode Konvensional

Proses pembakaran sampah plastik yang dijadikan sebagai bahan baku paving block. Sumber; Dokumentasi Kuswara.
Proses pembakaran sampah plastik yang dijadikan sebagai bahan baku paving block. Sumber; Dokumentasi Kuswara.

Yayuk menjelaskan, paving block berbahan dasar sampah plastik tidak kalah kualitasnya dengan bahan baku konvensional. 

Paving block yang ia buat ada dua bentuk, yakni berbentuk segi enam dengan dimensi 10 cm x 19,5 cm, kemudian bentuk segi empat dengan dimensi 20 cm x 10 cm x 6 cm. Paving block ini dijual dengan harga Rp10.000 per buah di sekitaran desa dan kecamatan.

“Untuk saat ini sudah ada lima pemesanan dari lokasi terdekat, yakni dari Desa Loa Raya, Desa Kerta Buana, Desa Bukit Pariaman, TK Mekar Sari di Desa Sukamaju, dan dari manajemen PT KPUC,” kata Yayuk.

Dalam sehari pihaknya bisa mencetak sekitar 50 buah paving block, banyak dan sedikit produk tergantung pada kesiapan bahan baku karena terkadang kehabisan limbah plastik dan lokasi pencarian limbah plastik juga jauh, mengingat yang paling dekat sudah habis.

Untuk itu, bagi siapa pun yang merasa memiliki banyak limbah plastik dan tidak mau mencemari lingkungan dengan tidak membuang plastik sembarangan, pihaknya bersedia menampung karena pembuatan paving block ini niat utamanya adalah untuk menekan pencemaran.

Ia mengatakan bahwa untuk pembuatan paving block yang pihaknya lakukan menggunakan tungku baja nirkarat dengan bahan bakar kayu. Proses pembakaran plastik antara 15-30 menit, tergantung ketebalan plastik, kemudian dicampur dengan abu, sekam, pasir, dan kerikil, lantas dicetak dan didinginkan. 

Saat ini, dirinya sedang fokus mengembangkan jenis, model yang sesuai dengan pesanan. “Kadang-kadang ada yang ketebalan satu sentimeter, jadi kami fokus pada pengembangan itu, karena biasanya itu digunakan untuk kerajinan juga,” bebernya.

Apapun pesanan dari setiap konsumen, Yayuk mengaku akan siap untuk melayani permintaan baik dari jenis, model dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen.

Eco Paving dan Tantangan di Suka Maju 

Paving Block hasil karya komunitas Bank Sampah Mandiri. Sumber: Dokumentasi Kuswara.
Paving Block hasil karya komunitas Bank Sampah Mandiri. Sumber: Dokumentasi Kuswara.

Eco paving memiliki beberapa keunggulan dibandingkan paving block konvensional. Selain lebih kuat dan tahan lama, eco paving juga tahan terhadap cuaca ekstrem seperti hujan deras dan sinar matahari langsung. Proses pembuatan eco paving pun relatif sederhana. Limbah plastik yang telah terkumpul kemudian dicacah dan dicampur dengan bahan-bahan lainnya, lalu dicetak menjadi paving block.

Penggunaan eco paving memberikan dampak positif yang signifikan bagi lingkungan. Dengan mengurangi jumlah limbah plastik yang dibuang ke lingkungan, kita turut berkontribusi dalam menjaga kebersihan dan kelestarian alam. Selain itu, produksi eco paving juga membuka peluang usaha baru dan menciptakan lapangan kerja.

Meskipun demikian, pengembangan eco paving masih menghadapi beberapa tantangan, seperti ketersediaan bahan baku yang stabil dan standarisasi kualitas produk. Namun, dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, eco paving memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi solusi yang efektif dalam mengatasi masalah sampah plastik di Indonesia.

Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Kepala Desa Suka Maju, Kuswara. Menurutnya, inovasi paving block di desanya itu cukup potensial namun masih belum dapat dijalankan secara maksimal. 

“Kami masih terkendala armada dan bahan baku,” ungkap Kuswara, saat dihubungi Kolomdesa.com, Senin (11/11/2024). 

Untuk membuat 1 paving block, lanjut Kuswara, memerlukan setidaknya 2 kilogram sampah yang telah terverifikasi. Hal ini cukup membuat komunitas memutar otak sebab suplai bahan baku tidak sebanding dengan permintaan pasar. 

“Kami mendapatkan banyak pesanan sebenarnya, tetapi bahan baku dasarnya aja kami masih bingung mau suplai dari mana lagi, karena masih kurang,” katanya. 

Selain itu, keterbatasan armada menjadi satu pertimbangan bagi komunitas paving block untuk melakukan invasi pemasaran. Sebab, kebanyakan pemesan berasal dari daerah yang lumayan jauh dari Kabupaten Kutai Kartanegara. Keuntungan penjualan bisa saja tersedot oleh kebutuhan biaya transportasi. Sementara itu, tidak semua konsumen berani mengambil barang dengan ongkos kirim yang mahal. 

Menurut Kuswara, sinergitas berbagai pihak dalam pengembangan inovasi ini masih perlu ditingkatkan. Terutama pada warga Desa Suka Maju sebagai supplier langsung sampah plastik.

“Rencana kami ke depan adalah meningkatkan kebutuhan infrastruktur, seperti tong sampah berdasarkan jenisnya di setiap 3 rumah. Insyaallah pada tahun 2025,” kata Kuswara.

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Inovasi Lainnya