Mengentaskan Masalah Kemiskinan di Desa

Potret Kemiskinan di Indonesia. Ilustrasi. Sumber: JawaPos.com
Potret Kemiskinan di Indonesia. Ilustrasi. Sumber: JawaPos.com

Kolomdesa.com, SDGs Desa – Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal mencanangkan penentasan kemiskinan di tingkat desa melalui konsep SDGs Desa ke-1. Hal ini merupakan akibat dari luasnya dampak kemiskinan. Dan fenomena ini merupakan permasalahan multidimensional yang menyangkut semua aspek kehidupan manusia, khususnya di desa. Tidak hanya persoalan rendahnya pendapatan dalam aspek ekonomi warga, tetapi juga menyangkut aspek sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Sebab penanggulangan kemiskinan adalah inti dari permasalahan pembangunan dan tujuan utama dari kebijakan pembangunan di banyak negara di dunia.

Pemerintah Indonesia melalui beberapa perencanaan, seperti dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 -2024 telah menetapkan target penurunan tingkat kemiskinan antara 6% s.d. 7%. Adapun dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 ditargetkan kemiskinan menurun sekitar 7% s.d. 8%. Pemerintah juga membuat berbagai kebijakan, seperti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang melibatkan 22 kementerian, 6 lembaga, dan pemda untuk bersinergi membuat berbagai program pengentasan kemiskinan ekstrem melalui strategi dalam menurunkan beban pengeluaran mendorong peningkatan pendapatan, dan penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan.

Masalah-masalah kemiskinan memang sangat kompleks. Secara teoretis terdapat tiga penyebab utama terjadinya kemiskinan. Pertama, kondisi kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumber daya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan. Hal ini terjadi di beberapa daerah yang miskin secara Sumber Daya Alam (SDA). Terdapat beberapa daerah yang penduduknya dianggap miskin karena keterbatasan tempat tinggal yang layak huni. Sebagai contoh kemiskinan yang terjadi di Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, karena sebagian penduduk tidak memiliki rumah yang memadai jika mengacu kepada indikator kemiskinan yang dirilis BPS. Hal ini terjadi akibat keterbatasan luas wilayah Kecamatan Giligenting dibandingkan komposisi pertambahan jumlah penduduk. Kebutuhan ongkos material pembangunan rumah dari pula uke pulau yang relatif mahal, sehingga sebagian masyarakat tidak mampu memenuhinya. 

Kedua, kondisi kemiskinan di desa secara struktural. Kemiskinan juga bukan persoalan individu, melainkan struktural. Kemiskinan disebabkan oleh adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya akses kelompok tertentu terhadap berbagai sumber pendapatan. Terdapat beberapa contoh, antara lain sempitnya lapangan pekerjaan yang memadai untuk masyarakat yang memiliki pendidikan dan keterampilan yang rendah. Nah, masyarakat perdesaan yang menjadi buruh tani dengan upah minim dan tidak tetap karena tidak memiliki lahan, terjadinya bencana alam yang mengakibatkan masyarakat terdampak menggantungkan kepada bantuan pemerintah, serta ketimpangan infrastruktur publik antardaerah yang mendukung akses roda perekonomian.

Ketiga, kondisi kemiskinan budaya yang timbul karena adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, dan kurang memiliki etos kerja. Kemiskinan yang terjadi di beberapa perdesaan terjadi bukan semata karena keterbatasan akses sumber daya. Sebagian masyarakat yang miskin masih memiliki lahan dan hewan ternak, tetapi tidak mampu dioptimalkan karena kemalasan dalam mengolahnya. Orientasi masyarakat hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup seadanya, bukan dikembangkan lebih besar lagi untuk peningkatan taraf hidup.

Oleh sebab itu, sesuai dengan strategi pengentasan kemiskinan yang dikemukakan oleh Bank Dunia, setiap dekade strategi pengentasan kemiskinan mengalami perkembangan mulai dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, pengembangan kesehatan dan pendidikan, perlindungan, sampai dengan pemberdayaan kaum miskin. 

Secara teoretis, strategi pengentasan kemiskinan harus melalui beberapa tahapan, di antaranya yaitu; yang pertama adalah strategi jangka pendek dengan memindahkan sumber daya-sumber daya kepada kaum miskin dalam jumlah yang memadai. Perbaikan keadaan kemiskinan dalam jangka pendek di antaranya menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki distribusinya. Yang kedua adalah strategi jangka panjang dengan menumbuhkan swadaya setempat. Perbaikan dalam jangka panjang ini misalnya dengan memperbaiki dan memenuhi harkat hidup secara individual dan sosial yang bermartabat.

Strategi jangka pendek dalam pengentasan kemiskinan adalah melanjutkan berbagai program pemerintah yang sudah berjalan terkait penurunan beban pengeluaran masyarakat antara lain melalui program bantuan sosial seperti penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa, Program Keluarga Harapan (PKH), Program Bantuan Pangan (Program Beras Sejahtera/Rastra dan Bantuan Pangan Non-Tunai), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Program Indonesia Pintar Kuliah (PIP-K). Selain itu, terdapat beberapa program yang ditujukan untuk peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), perluasan akses lapangan kerja, program padat karya tunai, serta peningkatan kompetensi pekerja melalui pelatihan.

Program-program ini perlu terus ditingkatkan dari sisi kualitas program, pemerataan cakupan penerima manfaat, dan keterlibatan berbagai pihak terkait. Sinergi antarinstansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD), serta swasta harus makin masif sehingga keberlanjutan berbagai program yang sudah berjalan dapat lebih efektif.

Dalam memperkuat berbagai program pemerintah yang sudah berjalan, perlu dukungan dari sisi ketepatan data seperti penerima program bantuan sosial. Hal ini juga masih menjadi permasalahan di lapangan yang perlu dipercepat penyelesaiannya. Selama ini data penerima bantuan sosial menimbulkan polemik terkait penyaluran salah sasaran karena terdapat perbedaan data yang dijadikan dasar penyaluran. Oleh karena itu, perlu penyinkronan data yang lebih valid dan terintegrasi. Instansi pemerintah pusat maupun daerah sebagai pengampu program bantuan sosial dapat memanfaatkan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) yang dilakukan oleh BPS. Regsosek merupakan database penduduk yang mampu mencakup seluruh identitas penduduk Indonesia agar memudahkan pengaksesan. Data kependudukan tunggal ini dapat membantu pelaksanaan program secara lebih efisien dan tidak tumpang tindih.

Penulis: Danu

Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *