Site icon Kolom Desa

KPB Barokah Kampung Arguni Berhasil Kelola Potensi Laut Jadi Sumber Pendapatan

Nelayan di Kampung Arguni dan hasil tangkapan melaut ikan tenggiri dan ikan kakap putih. Sumber: dokumentasi TEKAD.

Nelayan di Kampung Arguni dan hasil tangkapan melaut ikan tenggiri dan ikan kakap putih. Sumber: dokumentasi TEKAD.

Kolomdesa.com, Fakfak – Kampung Arguni, sebuah desa kecil di Pulau Arguni, Distrik Arguni, Kabupaten Fakfak, berhasil mengembangkan potensi lokalnya melalui Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD). Kelompok Penerima Bantuan (KPB) Barokah, yang didirikan di kampung tersebut, kini meraih pendapatan hingga Rp 12,4 juta per bulan dari hasil pengolahan potensi laut.

Kampung Arguni yang terletak di pesisir, dikenal dengan kekayaan lautnya yang melimpah. Ketika Program TEKAD diperkenalkan melalui Demonstrasi Plot (Demplot), masyarakat memilih untuk fokus pada pengolahan ikan kakap putih menjadi abon karena ketersediaan ikan yang berlimpah di sekitar kampung. Selain itu, mereka juga mulai mengolah ikan tenggiri menjadi pentolan ikan sebagai variasi produk.

“Perjalanan kami tidak selalu mulus. Kami sempat menghadapi kendala pemasaran karena produk abon ikan sudah banyak beredar di pasar. Tantangan ini memaksa kami berpikir keras agar produk kami bisa bersaing dan diterima,” ujar Ketua KPB Barokah, Munati Patiran, pada Jumat (4/10/2024).

Munati bercerita, berkat pendampingan fasilitator TEKAD dan kader kampung, KPB Barokah berhasil membangun jejaring pemasaran yang lebih luas. Saat ini, produk-produk KPB Barokah dipasarkan di beberapa toko besar di Fakfak, seperti Toko Dewata yang memiliki banyak cabang.

Salah satu pencapaian terbesar KPB Barokah adalah terjalinnya kerja sama resmi dengan Toko Dewata. Fasilitator kabupaten membantu memfasilitasi perjanjian kerja sama yang ditandatangani di atas kertas bermaterai antara KPB Barokah dan Toko Dewata, sehingga kedua belah pihak memiliki dasar hukum yang kuat. Berdasarkan perjanjian tersebut, KPB Barokah harus memasok 30 bungkus abon ikan setiap minggu, atau 120 bungkus per bulan.

“Setiap bungkus berukuran 200 gram dijual dengan harga Rp 50.000. Dari penjualan abon ini, kami memperoleh pendapatan sebesar Rp 6 juta per bulan,” jelas Munati.

Selain abon ikan, KPB Barokah juga sukses memasarkan pentolan ikan tenggiri yang diproduksi rata-rata 80 kilogram per bulan dengan harga Rp 80.000 per kilogram. Dari penjualan pentolan ikan, KPB Barokah mendapatkan pendapatan tambahan sebesar Rp 6,4 juta per bulan. Total pendapatan bulanan mereka mencapai Rp 12,4 juta, sebuah peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan sebelum program TEKAD dimulai.

Meski hasilnya sudah memuaskan, KPB Barokah masih menghadapi tantangan, terutama dari sisi peralatan produksi yang sebagian besar masih manual. Munati menyampaikan bahwa kelompoknya terus berupaya memperbaiki peralatan dan meningkatkan kapasitas produksi agar dapat memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.

“Kami masih membutuhkan alat yang lebih modern agar proses produksi lebih cepat dan kualitas tetap terjaga,” tambah Munati dalam diskusi dengan fasilitator kabupaten.

Selain itu, Munati juga mengungkapkan bahwa mereka sedang menunggu penyelesaian izin Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT) dari Dinas Kesehatan dan Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Meskipun KPB Barokah sudah mendapatkan label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nomor Induk Berusaha (NIB), izin PIRT masih dalam proses.

Jika izin ini rampung, KPB Barokah berpotensi memperluas pasar mereka hingga ke luar Fakfak, seperti ke Sorong, yang telah menunjukkan minat terhadap produk mereka.

Keberhasilan KPB Barokah tidak lepas dari dukungan pendanaan dan pendampingan Program TEKAD. Munati Patiran menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Kementerian Desa dan para fasilitator yang telah mendampingi mereka, mulai dari tingkat kabupaten hingga kader kampung.

“Kami sangat berterima kasih atas bantuan dan pendampingan yang diberikan. Semoga amal baik ini dibalas oleh Tuhan,” pungkas Munati.

Dengan semangat dan kerja keras yang tak pernah surut, KPB Barokah menjadi bukti nyata bahwa potensi lokal dapat diubah menjadi sumber penghidupan yang berkelanjutan. Keberhasilan ini diharapkan dapat menginspirasi kampung-kampung lain di Distrik Arguni dan wilayah Fakfak untuk mengikuti jejak KPB Barokah dalam memanfaatkan kekayaan lokal secara optimal.

Editor: Rizal K

Exit mobile version