Site icon Kolom Desa

Pemdes Mojokarang Sukses Kembangkan Pertanian Integrasi dan Peternakan Berkelanjutan

Peternakan kambing etawa yang dikelola BUMDes Mojokarang, Kecamatan Dlanggu selama setahun belakangan. Sumber : farisma/jprm

Peternakan kambing etawa yang dikelola BUMDes Mojokarang, Kecamatan Dlanggu selama setahun belakangan. Sumber : farisma/jprm

Kolomdesa.com, Mojokerto – Pemerintah Desa (Pemdes) Mojokarang, Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto, berhasil mengembangkan sistem pertanian tumpangsari yang menggabungkan tanaman padi dengan rumput pakchong atau rumput gajah di lahan Tanah Kas Desa (TKD) seluas 1 hektare.

Langkah ini merupakan bentuk integrasi antara peternakan dan pertanian berkelanjutan, sekaligus untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak kambing etawa yang dipelihara oleh masyarakat setempat.

’’Pengembangbiakan kambing etawa itu lebih bagus pakai tumbuhan hijau. Sehingga kebutuhan rumput gajah sangat tinggi,’’ kata Kepala Desa Mojokarang, Purwanto. Kamis (10/10/2024).

Lebih lanjut, Purwanto menjelaskan, kombinasi antara padi dan pakchong dipilih untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak, terutama kambing etawa, yang sudah dikembangkan selama setahun terakhir.

Ia menambahkan, bahwa Pemdes melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) memulai uji coba pertanian tumpangsari ini untuk mengoptimalkan penggunaan lahan serta menghemat biaya operasional, termasuk perawatan dan pemupukan lahan.

’’Dapat menghemat biaya perawatan, pengolahan lahan, pemupukan, dan tenaga,’’ tambahnya.

Pengelolaan lahan tumpangsari ini tidak hanya menghasilkan pakan ternak, tetapi juga memanfaatkan kotoran kambing untuk produksi pupuk organik. Dari 20 ekor kambing etawa yang dibudidayakan, dihasilkan sekitar 6 kuintal pupuk kandang per tahun, yang dijual dengan harga Rp 25 ribu per sak.

’’Sudah ada nilai ekonominya meskipun kecil, yakni seharga Rp 25 ribu untuk satu sak pupuk kandang berupa kotoran kambing,’’ tambahnya.

Lebih lanjut Purwnto, selain pakan ternak dan pupuk, Purwanto juga fokus mengembangkan populasi kambing etawa. Dari sebelumnya hanya belasan ekor, kini telah mencapai puluhan ekor. Dalam setahun, desa mampu menjual 4 hingga 6 ekor kambing anakan dengan harga sekitar Rp 2 juta per ekor.

Kedepan, BUMDes-nya juga yang akan berinovasi sebagai agen promosi kambing ke tengkulak atau pembeli langsung. Sehingga, kata dia, masyarakat tidak perlu repot-repot menjual sendiri hasil kambign ternaknya.

’’Saat ini, BUMDes-nya kan bergerak di bidang pengadaan pupuk pertanian. Mungkin tahun depan akan kami kembangkan sebagai distributor kambing. Kebetulan dipegang oleh karang taruna yang masih muda-muda,’’ pungkasnya.

Penulis : Moh. Mu’alim
Editor : Danu

Exit mobile version