Kolom Desa

Upaya Pelestarian Lingkungan dan Tradisi Tutup Taun di Kampung Adat Cireundeu

Perayaan Tradisi Tutup Taun di Kampung Adat Cireundeu. Sumber: AyoBandung

Kolomdesa.com, Cimahi – Kampung Adat Cireundeu, yang terletak di Cimahi, Jawa Barat, menggelar acara tradisi Tutup Taun 1 Sura. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari, dengan puncak acara pada Sabtu tanggal 3 Agustus kemarin. Ais pangampih Kampung Adat Cireundeu, Abah Widia, menyatakan tidak diketahui dengan pasti kapan tradisi ini pertama kali dilaksanakan oleh para sesepuh. Namun, cerita yang berkembang menyebutkan bahwa tradisi ini telah ada sejak tahun 1918, waktu yang cukup lama melihat tradisi ini bertahan hingga kini.

“Tidak diketahui untuk tahun pastinya. Namun dari cerita turun-temurun, sesepuh Mama Haji Ali menempati Kampung Adat Cireundeu sejak 1918. Mungkin tradisi tutup tahun ini juga mulai dari tahun itu,” kata Abah Widia.

Tradisi yang dilakukan di Kampung Adat Cireundeu ini merupakan bagian dari budaya Sunda Wiwitan. Menurut Abah Widia, Sunda Wiwitan adalah tradisi yang memegang teguh prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman”, yang berarti waktu terus berjalan dan zaman berubah harus diikuti, namun budaya dan tradisi yang harus tetap dijaga dan dilestarikan.

“Sunda Wiwitan artinya tradisi yang memegang teguh akan prinsip Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman. Memiliki makna, waktu itu terus berjalan, zaman berubah harus kita ikuti. Namun budaya dan tradisi yang menjadi titincakan harus selalu kita pegang teguh, jangan sampai tergerus zaman,” ucapnya.

Tradisi Tutup Taun ini memiliki makna mendalam bagi masyarakat dan mempunyai andil dalam pemeliharaan dan penyelamatan lingkungan. Budayawan Sunda, Toto Amsar Suanda disapa akrab Bah Toto yang hadir di acara tersebut, menyatakan bahwa pemerintah seharusnya mendukung kegiatan seperti ini karena seluruh rangkaian kegiatan terkait erat dengan pelestarian lingkungan.

“Rangkaian tradisi ini, bukan hanya kumpul-kumpul tetapi dari semua rangkaian kegiatan seluruhnya erat kaitannya dengan pemeliharaan dan penyelamatan lingkungan. Jadi bukan hanya seni budaya tradisi, karena itu seharusnya pemerintah sangat mengapresiasi budaya seperti ini,” ujar Bah Toto.

Upaya Pelestarian Lingkungan dan Tradisi Tutup Taun di Kampung Adat Cireundeu
Kemeriahan masyarakat desa Cireundeu dalam menyambut Tradisi Tutup Taun. Sumber: AyoBandung

Namun, dalam perkembangannya, tradisi Sunda dan Jawa sering kali dibenturkan dengan akidah agama. Toto menjelaskan bahwa meskipun ritualnya menggunakan bahasa Sunda buhun dan bukan bahasa agama, esensinya tetap sama.

“Hanya mungkin ritualnya menggunakan bahasa Sunda buhun bukan menggunakan bahasa agama. Jadi sering disebut syirik karena tidak menggunakan Bahasa Arab. Padahal artinya sama saja,” ucap Bah Toto di Kampung Adat Cireundeu.

Kampung Adat Cireundeu, yang berada di wilayah administratif Kampung Cireundeu, Kerkof, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, adalah salah satu masyarakat yang masih memegang tradisi dan budaya leluhur Sunda sebagai tuntunan. Tradisi ini telah dilakukan sejak pendahulu mereka, Mama Haji Ali, menempati kawasan seluas hampir 60 hektar sejak tahun 1918.

“Memang tidak ada angka tahun pastinya, namun dari cerita turun-temurun sesepuh kami Mama Haji Ali menempati Kampung Cireundeu sejak tahun 1918,” jelas Abah Widiya.

Tradisi Tutup Taun dan Ngemban Taun 1 Sura ini masih banyak dilaksanakan oleh sejumlah kampung adat di Jawa Barat dan bahkan di Pulau Jawa. Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Sang Pencipta. Tradisi Hajat Bumi, Hajat Lembur, dan berbagai istilah lainnya di berbagai wilayah Jawa Barat memiliki esensi yang sama.

“Bahkan sejumlah wilayah di Jawa Barat memasuki bulan Muharram sebagaimana penanggalan Kalender Islam masih banyak yang melaksanakan Tradisi Hajat Bumi, Hajat Lembur dan tradisi dengan istilah lainnya yang intinya sama saja, berupa pengungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Sang Pencipta,” kata budayawan Jawa Barat Toto Amsar Suanda, yang akrab disapa Bah Oto.

Selama acara, persiapan dilakukan sejak hari pertama dengan mengumpulkan dan membuat piranti atau alat yang akan digunakan serta bahan makanan yang akan disiapkan. Acara puncak pada Sabtu dipusatkan di Kampung Adat Cireundeu, yang terletak di lembah yang diapit tiga bukit, yaitu Gunung Kunci, Gunung Cimenteng, dan Gunung Gajahlangu.

Hasil bumi yang dibawa sebagai bentuk syukur dalam rangkaian tradisi Tutup Taun. Sumber: AyoBandung

Pj Walikota Cimahi, Dicky Saromi, yang berkunjung pada hari kedua acara, menyampaikan apresiasinya terhadap acara seren taun serta agenda lainnya di Cireundeu sebagai upaya memajukan pariwisata di Kota Cimahi.

“Kami membebaskan para pedagang berjualan selama acara seren taun, selama bisa turut menjaga kebersihan dan ketertiban, serta tidak mengganggu jalannya acara,” ujar Kang Jajat, panitia acara serta warga Kampung Adat Cireundeu.

Acara berjalan dengan meriah dan tertib, dengan pengunjung menikmati suguhan seni budaya sambil berbelanja kerajinan dan menikmati makanan yang dijajakan sepanjang jalan. Menjelang dini hari, pagelaran wayang usai menandakan berakhirnya rangkaian acara seren taun tahun ini.

Tradisi Tutup Taun di Kampung Adat Cireundeu ini menjadi sebuah representasi budaya masyarakat Adat, keberadaan tradisi ini turut memiliki kontribusi dalam pelestarian lingkungan yang terus dijaga oleh masyarakat adat agar tidak tergerus oleh zaman. Para tokoh dan masyarakat adat mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah, karena mengingat keberadaannya sangat penting untuk memastikan bahwa warisan budaya ini tetap hidup dan memiliki andil yang besar dalam pelestarian lingkungan.

Editor: Mukhlis

Exit mobile version