Tradisi Wiwit dan Animo Budaya Kopi di Desa Banyuanyar

Masyarakat Banyuanyar sedang melaksanakan kegiatan Wiwit Kopi di tengah kebun. Sumber: Radar Solo
Masyarakat Banyuanyar sedang melaksanakan kegiatan Wiwit Kopi di tengah kebun. Sumber: Radar Solo

Share This Post

Kolomdesa.com, Boyolali – Tradisi wiwit kopi kembali digelar di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Acara ini menjadi penanda dimulainya panen kopi di wilayah kaki Gunung Merbabu, sebuah kegiatan yang telah berlangsung sejak zaman dahulu kala. Pada pagi hari, masyarakat setempat berkumpul untuk merayakan tradisi ini. Tradisi ini merupakan sebuah wujud ungkapan rasa syukur dan sebuah upaya untuk melestarikan warisan budaya leluhur.

Nyoto, seorang tokoh masyarakat setempat, menjelaskan bahwa tradisi wiwit telah menjadi bagian penting dalam kehidupan petani di desa tersebut. “Tradisi wiwit ini memang sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu, ini untuk melestarikan budaya nenek moyang. Saat mau panen apapun, dilakukan wiwitan terlebih dahulu. Termasuk saat akan panen kopi ini,” katanya di sela-sela kegiatan tradisi wiwit kopi di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.

Menurut Nyoto, pelaksanaan tradisi wiwit adalah bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang diberikan melalui hasil pertanian. Acara ini diawali dengan kirab budaya, di mana masyarakat membawa tumpeng dan nasi wiwit diikuti sejumlah penari. Prosesi ini kemudian dilanjutkan dengan doa bersama dan akhirnya dilakukan petik kopi.

Komarudin, Kepala Desa Banyuanyar, menuturkan bahwa kenduri wiwit kopi tahun ini digelar lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya. Pihaknya berupaya untuk membranding tradisi tahunan ini agar semakin terkenal. “Tapi roh-nya adalah semakin kuatnya branding kopi Banyuanyar dan Kopi Boyolali. Jadi manfaat ke depannya harapannya sustainable, berkelanjutan, benar-benar Boyolali tidak hanya Boyolali Kota Susu tetapi Boyolali juga punya potensi kopi yang luar biasa,” ujar Komarudin.

Tradisi Wiwit dan Animo Budaya Kopi di Desa Banyuanyar
Kirab budaya pelaksanan Wiwit Kopi. Sumber: fokusjateng

Potensi Kopi Banyuanyar

Desa Banyuanyar memiliki potensi besar dalam produksi kopi. Dari luas wilayah sebesar 333,9 hektare, sebanyak 44,32 hektare ditanami kopi. Kebun kopi yang berada di lahan campuran dengan jenis tanaman lain mencapai 10 hektare. Jenis kopi yang dominan di desa ini adalah kopi robusta, yang mencakup 95 persen dari total tanaman kopi. Sisanya terdiri dari 4 persen kopi arabica dan 1 persen kopi nangka, yang termasuk jenis langka dengan rumpun liberika excelca.

Kopi nangka memiliki nilai historis dan ekonomis yang tinggi. “Kopi nangka ini akan dia branding khusus karena merupakan peninggalan zaman Belanda dan pohonnya masih ada di Desa Banyuanyar,” jelas Komarudin. Harga kopi di desa ini bisa mencapai Rp 50.000 hingga Rp 60.000 per kilogram, dari sini petani kopi mendapatkan untung dari hasil jual kopi tersebut.

Produktivitas kopi di Desa Banyuanyar mencapai rata-rata 80 hingga 120 ton per tahun. Kopi Banyuanyar tidak hanya dipasarkan di dalam negeri tetapi juga sudah dipasarkan hingga Jakarta dan berbagai daerah lainnya. Diversifikasi produk kopi Banyuanyar telah dilakukan melalui pemasaran digital, menjangkau konsumen lebih luas.

“Di Banyuanyar saat ini sudah ada merek kopi asli Banyuanyar yang dikelola oleh masyarakat. Satu Om Koplak yang dikelola oleh Kelompok Tani Ngudi Utomo, kemudian Kopi Ngemplak yang dikelola oleh kelompok di Dukuh Ngemplak sebelah barat. Yang satu ada lagi Kopi Rojo, yaitu robusta jowo yang ada Dukuh Wangan. Terus Kopi Barendo yang ada di Dukuh Jumbleng, serta Berkah Kopi ada di Dukuh. Semuanya asli kopi dari Banyuanyar,” terangnya.

Tradisi Wiwit dan Animo Budaya Kopi di Desa Banyuanyar
Pemetikan buah kopi oleh masyarakat desa Banyuanyar. Sumber: iNews Boyolali

Membangkitkan Wisata Budaya

Tradisi kenduri wiwit kopi, dengan menampilkan tradisi dan kegiatan panen kopinya menjadi daya tarik wisata budaya. Kepala Desa Komarudin menyampaikan bahwa tradisi ini merupakan destinasi wisata tahunan yang dimiliki Desa Wisata Kampus Kopi Banyuanyar. Selain kenduri wiwit kopi, ada atraksi budaya lain seperti udan dawet yang menambah daya tarik desa ini.

“Tahun ini, kami mencoba untuk membranding kenduri wiwit kopi agar salah satu atraksi desa wisata tahunan semakin terkenal. Namun, ruhnya semakin kuatnya branding kopi Banyuanyar dan Boyolali,” kata Komarudin. Ia berharap kegiatan tersebut dapat berkelanjutan sehingga bisa membranding Boyolali sebagai Kota Susu sekaligus memperkenalkan potensi kopi yang luar biasa dari desa mereka.

Budayawan sekaligus pendamping desa wisata Banyuanyar, Kusworo Rahadyan, menambahkan bahwa produktivitas kopi green beans rata-rata mencapai 8 ton per tahun. Pada tahun 2023, jumlah ini bahkan mencapai 12 ton, dan diperkirakan pada tahun 2024 akan lebih dari 12 ton karena cuaca yang mendukung. Kusworo menjelaskan bahwa tradisi wiwit kopi adalah upaya masyarakat dan pemerintah desa untuk menyelamatkan tradisi yang ada dan memanfaatkannya sebagai atraksi wisata.

“Wiwitan itu ada di semua masyarakat agraris di Pulau Jawa. Namun, karena di sini komoditas padi tidak ada, adanya kopi maka adanya wiwitan kopi,” jelas dia. Dengan tradisi yang diadakan oleh pemerintah desa Boyolali, tradisi wiwit kopi bisa diselamatkan dan diperkenalkan kepada generasi muda.

Camat Ampel, Hanung Mahendra, mengingat masa kecilnya ketika tradisi wiwitan selalu diadakan sebelum panen. Ia berharap kegiatan budaya ini bisa terus dilestarikan agar perayaan pada tahun-tahun berikutnya bisa lebih meriah. “Wiwitan kopi ini dalam rangka kami memohon ridha Allah agar wiwit berjalan lancar, panen yang diberikan begitu berkah berlimpah,” harapnya.

Tradisi wiwit kopi di desa Banyuanyar ini diawali dengan kirab budaya, doa, kemudian tradisi pengambilan kopi, dan diakhiri dengan kenduri atau makan bersama tumpeng yang telah disediakan. Tradisi ini tidak hanya memulai masa panen kopi tetapi juga menjadi simbol syukur dan pelestarian budaya nenek moyang.

Penulis: Lukacs Lazuardi
Editor: Mukhlis

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Budaya Lainnya