Kolom Desa

Olahan Daging Bekamal: Teknik Pengawetan Berusia Ratusan Tahun Khas Suku Osing di Desa Tamansuruh

Teknik pengawetan daging bekamal yang diwariskan ratusan tahun. Sumber: Dompetdhuafa

Kolomdesa.com, Banyuwangi – Di kaki Gunung Ijen yang terkenal dengan keindahan alam dan pesona wisata kawahnya, terdapat sebuah desa yang masih menjaga dan memegang erat tradisi leluhur, termasuk juga dalam hal kuliner. Desa Tamansuruh, rumah bagi Suku Osing, terus melestarikan kuliner tradisional yang telah ada sejak ratusan tahun lalu. Salah satu kuliner yang menjadi warisan nenek moyang Suku Osing ini adalah bekamal, sebuah hidangan fermentasi daging dengan aroma khas yang menjadi ciri kuliner bekamal ini.

Bekamal merupakan teknik pengawetan daging dengan metode fermentasi yang menggunakan garam, gula, dan asam. Daging yang disimpan dalam gerabah dan dijemur di bawah terik matahari ini dapat bertahan hingga tahunan. Metode ini lahir dari kebutuhan untuk mengawetkan daging pada masa ketika teknologi pendingin makanan belum ditemukan.

“Aroma bekamal memang kurang sedap selama 2-3 hari pertama, namun setelah beberapa minggu, aroma tidak sedap tersebut menghilang dan berubah menjadi aroma asam khas,” ujar Andiyah (50), seorang warga Suku Osing di Desa Tamansuruh.

Andiyah menjelaskan bahwa tradisi ini dimulai saat masyarakat ingin menyimpan daging kurban dalam jangka waktu lama karena sulitnya mendapatkan daging. “Pengawetan menjadi cara terbaik agar daging bisa tetap dikonsumsi meskipun sudah lama disimpan,” tambahnya.

Olahan Daging Bekamal: Teknik Pengawetan Berusia Ratusan Tahun Khas Suku Osing di Desa Tamansuruh
Persiapan bahan saat akan mengolah daging Bekamal. Sumber: Dompetdhuafa

Proses pengawetan bekamal melibatkan penjemuran di bawah sinar matahari dan penyimpanan dalam gerabah kedap udara secara berulang-ulang hingga aroma busuk berkurang. Setelah itu, daging bekamal dapat dimasak dengan cara ditumis menggunakan sedikit minyak, bawang merah, bawang putih, dan irisan cabe. Bekamal juga bisa dimasak dengan bumbu kecap dan rempah seperti kunyit, bawang, dan sereh, yang menyerupai semur dan disebut cemek-cemek oleh masyarakat Suku Osing.

“Inilah khasnya bekamal. Banyak orang tidak suka baunya saat proses pengawetan, namun ketika sudah menjadi masakan, kelezatannya terjamin,” tutur Andiyah dengan senyum bangga.

Daging Bekamal yang sudah melalui proses fermentasi. Sumber: Dompetdhuafa

Serambi Budaya: Merawat Kekayaan Tradisi Desa Tamansuruh

Desa Tamansuruh yang terletak di kawasan kaki Gunung Ijen, kaya akan etnik budaya seperti Mocoan Lontar Yusuf, Burdah, Kuntulan, Pencak Sumping, dan seni budaya lainnya. Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak destinasi wisata budaya dengan berbagai potensi seni. Desa Tamansuruh telah beradaptasi dengan akulturasi antara generasi tua dan milenial untuk melestarikan dan mengajarkan tradisi pendahulunya. Generasi milenial Desa Tamansuruh sadar bahwa tradisi harus dijaga dan dilestarikan agar tidak punah.

Salah satunya teknik olahan bekamal perlu menjadi prioritas dalam pelestarian bagi generasi muda saat ini. Meski daging kini mudah diperoleh dan pengawetan modern telah dikenal, bekamal tetap menjadi ciri khas dengan aroma tradisionalnya yang unik. Andiyah dan warga lainnya berharap agar generasi muda tidak melupakan warisan kuliner ini dan terus melestarikannya.

Bekamal menjadi sebuah tenik warisan kuliner sejak ratusan tahun lalu, juga simbol perjuangan masyarakat Suku Osing dalam menjaga warisan leluhur. Proses pengolahan yang memakan waktu dan aroma yang khas menunjukkan bahwa masakan tradisional memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi.

Dalam setiap gigitan bekamal, terdapat cerita tentang masa lalu, tentang bagaimana nenek moyang Suku Osing berusaha menyimpan daging untuk bertahan hidup. Dengan cara pengawetan alami yang tidak menggunakan bahan pengawet kimia, bekamal menjadi contoh kuliner sehat yang diolah secara tradisional.

Bekamal yang disajikan dalam bentuk tumisan atau cemek-cemek memiliki cita rasa unik tak kalah lezat dengan masakan modern. Kombinasi bumbu tradisional dan cara masak yang khas memberikan sensasi rasa yang kaya dan memanjakan lidah.

Melestarikan bekamal dan kuliner tradisional lainnya bukan hanya tentang mempertahankan sebuah hidangan, tetapi juga tentang menjaga identitas budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sehingga generasi muda Suku Osing dan khususnya di Desa Tamansuruh perlu memahami bahwa kuliner tradisional seperti bekamal adalah bagian dari warisan budaya harus dijaga.

Andiyah dan para sesepuh Suku Osing berharap agar upaya mereka dalam melestarikan bekamal dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia untuk menjaga dan melestarikan kuliner tradisional mereka. Dengan begitu, keanekaragaman budaya Indonesia akan tetap hidup dan menjadi kebanggaan bagi seluruh masyarakat. Bekamal merupakan warisan kuliner dapat menjadi simbol ikatan dan ketahanan budaya.

Penulis: Lukacs Lazuardi
Editor: Mukhlis

Exit mobile version