Site icon Kolom Desa

Kesiapan Desa Menjawab Problem Perubahan Iklim

Kesiapan Desa Menjawab Problem Perubahan Iklim. Sumber: Vice.com

Kesiapan Desa Menjawab Problem Perubahan Iklim. Sumber: Vice.com

Kolomdesa.com – Pada konferensi perubahan iklim dunia dan beragam laporan ilmiah yang diterbitkan oleh beberapa lembaga internasional, banyak disebutkan bahwa dampak merugikan dari perubahan iklim akan semakin besar dan meluas keterdampakannya. Hal ini seiring dengan keterlambatan masyarakat global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai penyebab pemanasan global yang berakibat pada terjadinya perubahan iklim. Global warming atau yang juga biasa disebut pemanasan global kini menjadi seksi dibicarakan para pemimpin dunia. Pasalnya, pemanasan global yang kita rasakan akhir-akhir ini, terjadi meluas ke setiap daerah di Indonesia. Terbukti di banyak sudut desa dan wilayah kota memiliki cuaca yang semakin panas. Dan hal ini juga dialami bahkan hampir di berbagai belahan bumi di dunia.

Dalam mengatasi problem ini, kehadiran Sustainable Development Goals (SDGs) Desa, atau SDGs Desa poin ke-13 tentang desa tanggap perubahan iklim menempatkan desa sebagai garda terdepan dalam merespon ancaman dan dampak dari bencana iklim, sekaligus membuka peluang terwujudnya desa yang tangguh. Di samping memang sebagai pihak yang selama ini menjadi korban dari climate disaster/climate catastrophe yang mengakibatkan kelumpuhan yang cukup beragam, di antaranya: tatanan sosial, aspek ekonomi dan bahkan lingkungan di perdesaan. Salah satu strategi dalam poin SDGs Desa ke-13 ini adalah memperkuat ketahanan iklim pada tingkat mikro, yakni di desa. Walaupun langkah ini seringkali diabaikan karena skalanya. Namun tanpa disadari sebetulnya terdapat peluang besar membuatnya menjadi besar dan mengungkit dampaknya menjadi global.

Sejalan dengan isu tersebut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan bahwa hal ini harus disadari dan disiapkan secara khusus dengan sejumlah langkah taktis melalui formulasi SDGs Desa poin ke-13. Terlebih dalam pembangunan berkelanjutan, penting disadari adanya bencana yang lahir dari perubahan iklim tersebut. Gus Halim juga menyampaikan bahwa SDGs Desa juga berperan mendorong desa-desa di Tanah Air agar tanggap terhadap segala persoalan perubahan iklim. Melalui SDGs Desa, kata dia, Kemendes PDTT telah menyusun secara rinci arah kebijakan, sasaran, dan indikator kunci bagi desa dalam menghadapi perubahan iklim.

“Dengan desa tanggap perubahan iklim, maka desa-desa di Indonesia bisa mempunyai indeks risiko bencana yang diperlukan. Hal ini dilakukan sebagai langkah antisipasi untuk meminimalkan korban bencana,” imbuh Menteri yang akrab disapa Gus Halim ini saat mendampingi Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) Ma’ruf Amin memimpin rapat koordinasi (rakor) pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pelayanan publik dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) serta bupati dan wali kota setempat, di Kantor Gubernur Sumut, Rabu (17/11/2021).

Seperti data kekeringan BNPB tahun 2023, khususnya di Pulau Jawa, dilaporkan pertama kali pada bulan Mei di beberapa daerah di Kabupaten Cilacap dan Bogor. Sebelumnya, BMKG memprediksi El Nino, sebuah fenomena pemanasan Samudera Pasifik tropis bagian Tengah dan timur, mulai terjadi di bulan Juni dengan dampak kekeringan meluas pada bulan Juli. Pada bulan Juni, jumlah kejadian kekeringan meningkat (13 laporan kejadian) dan semakin meningkat pada bulan Juli dan Agustus dengan total 34 laporan kejadian. Hal tersebut telah diprediksi sebelumnya oleh BMKG yang menyatakan bahwa puncak musim kemarau ada di bulan Agustus. Menurut Peta Risiko dan Peta Bahaya wilayah terdampak kekeringan di Pulau Jawa yang diambil dari InaRisk, sebagian besar wilayah di Pulau Jawa terutama pada wilayah-wilayah yang terdampak kekeringan tersebut termasuk kategori indeks risiko dan indeks bahaya sedang hingga tinggi. Ditambah dengan El Nino yang melanda Pulau Jawa, maka besar kemungkinan sebagian wilayah di Pulau Jawa mengalami kekeringan.

Peningkatan laporan dan status terjadinya perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global itu akan menjadi pukulan telak bagi sektor pertanian. Sebab kekeringan yang ekstrem dan curah hujan yang tinggi dapat berdampak buruk pada hilangnya produktivitas tanaman.  Perubahan iklim juga mengganggu ketersediaan pangan dan mengancam ketahanan pangan. Secara sederhana, berkurangnya produksi pertanian akan mengakibatkan harga pangan menjadi lebih mahal. Kenaikan harga dapat berdampak pada akses, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan. Dan masa depan sistem pangan kita bergantung pada kemampuan kita untuk beradaptasi dan menciptakan sistem pangan yang tangguh. Oleh karena itu, selain memiliki kesadaran, masyarakat juga harus mempunyai pengetahuan yang cukup dalam menghadapi perubahan iklim hari ini dan di masa depan. Beberapa poin penting dalam menyikapi dan menanggulangi perubahan iklim tersebut, di antaranya:

  1. Konservasi lingkungan

Konservasi lingkungan dapat dilakukan dengan cara menanam pohon dan penghijauan lahan-lahan dengan kondisi yang kritis. Tumbuh-tumbuhan memiliki proses fotosintetis untuk bertahan ini. Dalam proses ini, tumbuhan dapat menghasilkan oksigen. Semakin banyaknya oksigen yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan, jumlah gas-gas karbon yang ada di atmoser akan berkurang.

  • Menggunakan Energi Alternatif

Penggunaan energi alternatif dapat mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara).  Bahan bakar fosil menghasilkan banyak emisi gas karbon yang diakibatkan oleh proses pembakaran bahan-bahan tersebut. Energi alternatif yang bisa digunakan oleh manusia sebagai pengganti sumber energi tak terbarukan adalah energi bio-energy, energi angin, energi panas bumi, energi surya, dan sebagainya.

  • Daur Ulang dan Efisiensi Energi

Aktivitas manusia kerap kali menghasilkan gas yang mengandung karbon, contohnya penggunaan kompor minyak. Asap yang mengandung gas karbon dihasilkan oleh kompor minyak tanah naik ke udara. Oleh karena itu, penggunaan kompor minyak sebaiknya diganti dengan biogas. Biogas dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi panas yang berasal dari sampah organik yang telah didaur ulang.

  •  Edukasi Masyarakat dan Hukum Merusak Lingkungan

Masyarakat desa perlu memiliki edukasi dan pengetahuan terhadap masalah lingkungan agar bergotong-royong menanggulangi masalah tersebut. Pengetahuan dan ‘kearifan gotong royong’ yang masih kental dan berlaku di banyak desa dalam memperlakukan lingkungan dan ekosistemnya menjadi poin penting tersendiri. Kultur tersebut sebagai bagian penting dari nilai-nilai hidup warga desa, agar mampu menjadi perekat dan memperkaya strategi merespon potensi terjadinya perubahan iklim. Pengetahuan tentang bagaimana karakter dan perilaku manusia yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Sehingga masyarakat memiliki kesadaran dan tumbuh rasa cinta dalam menjaga lingkungan demi melanjutkan nilai positif pada generasi berikutnya.

Selain itu, Masyarakat desa perlu juga dipagari oleh penegakan hukum tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan. Penegakan hukum lingkungan ini amat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan, sehingga memaksa pelaku menanggulangi dan memulihkan lingkungan akibat perubahan iklim. Hal itu Sebagai efek jera bagi pelaku dan pihak lain, dalam melindungi hak-hak hasyarakat. Sehingga mendorong peningkatan ketaatan hukum, dan meminimalisasi kerugian serta timbulnya korban.

Penulis: Danu

Exit mobile version