Site icon Kolom Desa

Realisasi Penyaluran DD Terbesar di Sumba Barat

Kepala kantor wilayah DJPb NTT Catur Ariyanto Widodo. Sumber Foto: ANTARA/Fransiska Mariana Nuka

Kepala kantor wilayah DJPb NTT Catur Ariyanto Widodo. Sumber Foto: ANTARA/Fransiska Mariana Nuka

KUPANG – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DPJb) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat realisasi penyaluran dana desa tahun anggaran 2024. Adapun realisasi penyaluran terbesar terlaksana di Kabupaten Sumba Barat.

“Sampai dengan Maret 2024, persentase penyaluran terbesar terlaksana di Kabupaten Sumba Barat yang telah menyalurkan 46,7 persen dana desa dari alokasi yang diterima,” kata Kepala Kantor Wilayah DJPb NTT Catur Ariyanto Widodo, Senin (13/5/2024).

Catur mengatakan berdasarkan data per 31 Maret 2024, realisasi penyaluran terbesar berada di Kabupaten Sumba Barat yang telah mencapai Rp27,33 miliar dari pagu Rp58,56 miliar. Kabupaten Sumba Barat pun telah menyalurkan 100 persen dana desa earmark dan non earmark tahap I untuk 63 desa.

Catur memberikan apresiasi atas upaya dari pemerintah daerah sehingga dana desa tahap I telah tersalurkan kepada masyarakat. Menurut dia, komitmen dan kapasitas dari aparatur desa menjadi hal utama sehingga dana desa bisa tersalurkan dengan tepat.

“Selain itu, ada koordinasi baik dengan pemerintah daerah sehingga adanya akselerasi penyaluran dana desa tersebut,” ujarnya.

Secara umum realisasi dana desa di NTT baru mencapai Rp358,47 miliar dari pagu Rp2,77 triliun atau sebesar 12,91 persen. Catur menyampaikan realisasi penyaluran dana desa yang rendah itu disebabkan adanya perubahan aturan dana desa tahun ini bila dibandingkan dengan tahun lalu.

“Perubahan pertama terlihat pada pembagian antara dana desa yang ditentukan penggunaannya (earmark) dan yang tidak ditentukan penggunaannya (non earmark),” terangnya.

Pada dana desa earmark, telah ditentukan penggunaannya, seperti ketahanan pangan, stunting, kemudian bantuan langsung tunai. Menurutnya, perubahan itu mengharuskan data yang dimasukkan ke dalam sistem harus lebih detail. Namun, ada desa yang belum siap, ada pula desa yang sempat menunda penyaluran karena pergantian pengelola keuangan di desa.

Perubahan aturan berikutnya, kata Catur berkaitan dengan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes) yang sudah harus memuat dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SILPA) untuk digunakan pada tahun berikutnya. Artinya, mulai tahap pertama, desa yang bersangkutan sudah harus menyelesaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ).

Sedangkan pada periode sebelumnya, LPJ dipersyaratkan dalam tahap kedua, sedangkan tahap pertama biasanya hanya menggunakan APBDes saja. “Perubahan aturan dana desa itu tentunya untuk mendorong akuntabilitas agar pengelolaan dana desa menjadi lebih baik lagi,” kata dia.

Dengan adanya perubahan aturan ini, DJPb NTT menilai pentingnya peningkatan kapasitas internal perangkat desa untuk akselerasi penyaluran dana desa. Ia menjelaskan DJPb NTT telah meningkatkan koordinasi dengan dinas terkait di daerah, tenaga pendamping desa, dan desa yang bersangkutan untuk mendorong peningkatan pemahaman desa tentang aturan baru tersebut sehingga adanya percepatan penyaluran.

“Karena batas tahap satu di bulan Juni, maka kami harap di Mei ini bisa diakselerasi,” kata Catur.

Diketahui, sosialisasi juga telah dilakukan baik secara daring maupun luring, khususnya pada daerah yang memiliki desa-desa baru. DJPb NTT juga menggandeng Balai Diklat Denpasar untuk mengagendakan beberapa kegiatan pada pengembangan pengelola keuangan.

Penulis : Fais

Editor : Habib

Exit mobile version