Site icon Kolom Desa

UU Desa Disahkan, Kades di NTT Tolak Jabatan 8 Tahun

Kades Letbaun, Carles Horison Bising. Sumber foto : Istimewa

Kades Letbaun, Carles Horison Bising. Sumber foto : Istimewa

KUPANG – Kepala Desa Letbaun, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak perpanjangan jabatan delapan tahun. Jabatan kades berubah dari enam menjadi delapan tahun usai revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa disahkan menjadi UU oleh DPR RI.

 

“Sejak awal pembahasan terkait masa jabatan kades sembilan tahun itu saya tidak setuju,” kata Kades Letbaun, Carles Horison Bising, Jumat (29/3/2024).

 

Menurut Carles, persoalan di desa bukan soal lama masa jabatan, namun mengenai kemampuan kades dalam mengelola potensi wilayahnya. Kades juga harus cakap dalam mengelola anggaran dana desa (ADD) dari kabupaten maupun dana desa dari pusat.

 

Kades juga harus mampu mengelola sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA). Tak hanya itu, kades juga butuh kemampuan untuk membangun kerja sama dengan pemerintahan yang lebih tinggi, yakni eksekutif dan legislatif, bahkan akademisi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta pihak lain.

 

“Artinya, seorang kepala desa harus punya modal akademik, pengalaman dan juga punya relasi yang baik dan banyak dengan pihak di luar,” terangnya.

 

Carles menilai berbagai kemampuan kades itu dapat dilihat melalui tahapan seleksi dan penjaringan yang baik. Sehingga para kandidat yang dicalonkan sebagai kades benar-benar memenuhi syarat-syarat minimal dimaksud.

 

“Kalau syarat-syarat minimal di atas kita penuhi, jangankan enam tahun, lima tahun saja sudah cukup. Karena rata-rata desa sudah ada modal dasar pembangunan, sehingga setiap kepala desa hanya melanjutkan yang sudah ada,” tegas Carles.

 

Di satu sisi, Kades Carles menyoroti soal faktor suka dan tidak suka dalam pemilihan kades yang dapat berimbas pada pelayanan di masyarakat. Faktor suksesi kades justru dapat menghambat pembangunan desa.

 

Sama seperti kepala daerah, kades sama-sama dipilih langsung oleh masyarakat. Bila seorang kades tidak mampu membangun konsolidasi yang baik dengan masyarakat, maka proses pembangunan bisa terhambat.

 

Seusai pengalaman Carles, faktor like dan dislike dalam jabatan kepala desa sangat kental. Kubu kades yang kalah bisa tidak mendapatkan pelayanan selama kades terpilih menjabat.

 

“Ada warga yang tidak mendapat pelayanan bahkan bantuan selama enam tahun karena di kubu yang kalah,” sesalnya.

 

Karena itu, lanjut Charles, masa jabatan kades yang diperpanjang selama delapan tahun akan menambah masyarakat yang tidak mendapat pelayanan dengan baik akibat dari faktor like dan dislike.

 

“Bayangkan kalau masa jabatan diperpanjang sampai delapan tahun atau sembilan tahun. Dan bahkan terpilih lagi dua periode. Berarti ada masyarakat yang tidak terlayani sampai 16 tahun atau 18 tahun tahun,” ungkapnya.

 

“Jadi, kebijakan (jabatan kades) delapan tahun itu menjadi alat untuk menjadikan kepala desa bertindak sewenang-wenang, bahkan menjadi raja kecil di desa,” tegasnya.

 

Carles mengusulkam masa jabatan kepala desa menjadi lima tahun dan diperbolehkan selama dua periode. Kades yang dinilai bekerja bagus dapat dipilih lagi oleh masyarakat.

 

Sementara Kades Bonle’u, Kecamatan Tobu, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Megi Fobia hanya menjawab normatif mengenai jabatan kades menjadi delapan tahun. Menurut dia, sebagai perpanjangan tangan pemerintah di desa, tugas seorang kades adalah mengikuti kebijakan yang diputuskan.

 

“Kami di sini sesuaikan saja dengan apa keputusan oleh pemerintah. Apapun keputusannya kami hormati dan jalani karena ini sebuah aturan yang harus diikuti,” kata Megi.

 

Menurutnya, apapun yang menjadi keputusan pemerintah, kepala desa selaku wakil pemerintah di tingkat desa harus dapat mengikuti aturan yang telah berlaku.

 

“Mau tidak mau, suka tidak suka putusan sudah ada dan putusan itu harus dijalankan,” tandasnya.

 

Penulis : Fais
Editor : Habib

Exit mobile version