Kolom Desa

Tradisi Ngaruwat Bumi, Penguatan Spiritual dan Keseimbangan Alam

SUBANG – Ngaruwat Bumi memiliki akar kata dari bahasa Sunda, yaitu “rawat” atau “ngarawat,” yang mewakili arti yang mendalam dalam konteks mengumpulkan atau memelihara. Istilah ini membawa nuansa keseimbangan antara manusia dan alam serta antara satu sama lain dalam komunitas. Salah satu acara yang merefleksikan konsep Ngaruwat Bumi adalah “Ruwatan Bumi” yang diadakan di Kampung Banceuy. Upacara ini secara tradisional diadakan pada hari Rabu menjelang akhir bulan Rayagung atau bulan Dzulhijah dalam penanggalan Islam.

 

Ruwatan Bumi menjadi momen penting yang mempersatukan masyarakat dan menghadirkan semangat untuk memelihara dan menjaga keseimbangan ekosistem serta hubungan sosial dalam lingkungan mereka.

 

Selama Ruwatan Bumi di Kampung Banceuy, masyarakat secara bersama-sama berkumpul untuk menghormati dan merayakan hasil bumi yang telah diberikan oleh alam. Segala jenis hasil bumi, baik yang masih berupa bahan mentah, dalam proses pengerjaan, atau yang sudah jadi, dikumpulkan dan diarak dalam suatu prosesi. Prosesi ini tidak hanya menggarisbawahi pentingnya kerja sama dan kebersamaan dalam komunitas, tetapi juga mendorong kesadaran akan pentingnya menjaga dan merawat sumber daya alam.

 

Selama acara Ruwatan Bumi, suasana khidmat dan sukacita tercampur dalam rangkaian kegiatan. Masyarakat mengenakan pakaian tradisional dan menghias hasil bumi yang telah dikumpulkan dengan rapi. Doa-doa dan upacara spiritual dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas karunia yang diberikan. Selain itu, acara ini menjadi momentum untuk berbagi pengetahuan budaya dan tradisi kepada generasi muda, sehingga nilai-nilai kearifan lokal terus terjaga dan dilestarikan.

 

“Tradisi masyarakat desa ini bisa menjadi potensi wisata yang sangat bagus jika dikelola dengan baik,” ujar Dedi Mulyadi Bupati Purwakarta di sela-sela menghadiri undangan masyarakat Kampung Adat Banceuy, Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Subang, Jawa Barat.

Tradisi Ngaruwat Bumi Jawa Barat, Sumber Foto: Twitter YAKXP
Tradisi Ngaruwat Bumi Jawa Barat, Sumber Foto: Twitter YAKXP

Tujuan Tradisi Ngaruwat Bumi

 

Upacara Ngaruwat Bumi merupakan perwujudan mendalam dari rasa syukur yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Tuhan YME), sebuah ungkapan tulus dan penuh makna atas karunia dan keberlimpahan yang diberikan oleh Sang Pencipta. Lebih dari sekadar ritual, upacara ini memiliki dimensi spiritual yang mendalam, di mana masyarakat Banceuy merasa terhubung dengan kekuatan yang lebih tinggi dan merayakan kebaikan yang mereka terima.

 

Di balik rasa syukur yang tulus, terdapat pula tujuan lain dari upacara ini, yaitu sebagai upaya melawan dan menolak datangnya bala atau bencana. Mengacu pada masa lalu, di mana masyarakat seringkali dihadapkan pada ancaman bencana alam yang merugikan, upacara Ngaruwat Bumi menjadi bentuk doa dan tindakan perlindungan diri serta lingkungan mereka dari segala bentuk malapetaka. Upacara ini mencerminkan keyakinan bahwa melalui rasa syukur dan kesatuan, mereka dapat menghindari ancaman-ancaman yang mungkin muncul. Selain itu, upacara Ngaruwat Bumi juga memiliki makna yang berkaitan dengan penghormatan kepada leluhur.

 

“Ini merupakan warisan leluhur kita. Makanya perlu dilestarikan dengan baik. Karena dari sini lah tempat tumbuhnya akar kebudayaan, secara religi juga ini merupakan bentuk rasa syukur kepada sang pencipta atas hasil panen warga masyarakat,” kata Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta.

 

Walaupun zaman terus berubah dan berbagai aspek kehidupan mengalami transformasi, tradisi Ngaruwat Bumi tetap dijaga dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Upacara ini masih dilaksanakan secara tahunan oleh masyarakat Banceuy dengan penuh dedikasi dan penghormatan. Meskipun kemungkinan tantangan modern mungkin telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, keberlanjutan upacara Ngaruwat Bumi menegaskan tekad untuk tetap terhubung dengan akar budaya dan spiritualitas yang telah mewarnai perjalanan mereka selama bertahun-tahun.

 

“Ini kegiatan rutin disini, syukuran atas hasil panen, nanti (hasil panennya) dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan,” kata Masna selaku Kepala Desa Sanca.

Tradisi Ngaruwat Bumi Jawa Barat, Sumber Foto: Bintang berita

Sejarah Tradisi Ngaruwat Bumi

 

Tradisi Ngaruwat Bumi berasal dari akar yang dalam, berawal dari kampung Banceuy yang memiliki sejarah unik dan penuh makna. Kampung ini terdiri dari tujuh keluarga dan terletak di dataran tinggi yang terbuka.

 

Pada abad ke-19, tepatnya pada tahun 1800-an, kampung ini mengalami cobaan dalam bentuk angin puting beliung yang menghancurkan seluruh rumah penduduk. Masyarakatnya terdesak oleh kerusakan ini, karena rumah-rumah mereka tidak lagi layak dihuni. Dalam menghadapi masalah yang mengancam ini, masyarakat kampung bersatu dalam rapat untuk mencari solusi.

 

Mereka membuat keputusan penting untuk menghindari bencana semacam itu di masa depan. Sebagai langkah pertama, mereka memilih seorang individu yang dihormati dan memiliki kepercayaan untuk membantu mengatasi ancaman ini. Menurut orang yang dipercayai tersebut, ada langkah yang bisa diambil untuk melawan ancaman, yakni dengan merubah nama kampung.

 

Perubahan nama kampung menjadi suatu langkah simbolis untuk menciptakan keamanan dan keselamatan baru. Ini akan membuat kampung menjadi tempat yang aman untuk ditinggali dan tempat berkumpul dalam musyawarah. Pengalaman ini menjadi titik awal dari tradisi Ngaruwat Bumi yang kini dikenal di seluruh daerah Jawa Barat.

 

Hingga kini, tradisi ini masih dipegang teguh oleh warga desa. Di beberapa daerah, seperti Karawang, Subang, Purwakarta, Lembang, dan Bandung, tradisi Ngaruwat Bumi masih terus dijalankan. Ini adalah cerminan dari nilai-nilai warisan budaya yang dijunjung tinggi dan diteruskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini bukan hanya sekadar perayaan, melainkan juga lambang kebersamaan, perlindungan terhadap alam, dan pemeliharaan identitas lokal yang kaya akan makna dan sejarah.

Tradisi Ngaruwat Bumi Jawa Barat, Sumber Foto: FaktaINDONESIAnews

Pelaksanaan Tradisi Ngaruwat Bumi

 

Upacara adat Ngaruwat Bumi merupakan sebuah rangkaian peristiwa yang terdiri dari beberapa prosesi yang dilakukan selama dua hari. Setiap hari memiliki serangkaian prosesi yang unik, yang semuanya memiliki makna dan tujuan khusus.

 

Pada hari Pertama, prosesi-prosesi berikut dilaksanakan:

 

1. Mintebeyan Numbal

 

Prosesi Mintebeyan Numbal diawali dengan penyembelihan seekor kambing. Sembelihan ini berlangsung di dekat lokasi sumber air yang dianggap suci dan penting dalam kehidupan masyarakat. Tindakan ini memiliki makna yang mendalam, menghubungkan makhluk hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan dan menghormati sumber daya alam yang memberikan kehidupan.

 

2. Ijab Kabul

 

Setelah prosesi penyembelihan kambing selesai, prosesi Ijab Kabul berlangsung. Tujuan dari Ijab Kabul adalah untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia yang telah diberikan. Prosesi ini melibatkan rangkaian doa dan upacara yang mencerminkan rasa tulus dan tanda penghargaan masyarakat terhadap berkah yang mereka nikmati.

 

3. Hajat Buruan

 

Prosesi Hajat Buruan melibatkan kedatangan warga masyarakat yang membawa nasi kuning dan air sebagai bagian dari persembahan. Dalam kehadiran para sesepuh atau tokoh adat, makanan ini didoakan untuk mendapatkan berkah dan keberkahan. Setelah doa selesai, makanan tersebut dibagikan secara adil kepada seluruh anggota masyarakat yang hadir.

 

Ketiga prosesi ini membentuk sebuah rangkaian yang sarat dengan makna spiritual, penghargaan terhadap alam, dan rasa persatuan dalam masyarakat. Melalui upacara ini, masyarakat Banceuy tidak hanya menghormati Tuhan, tetapi juga menghormati dan memelihara hubungan mereka dengan alam serta sesama anggota komunitas. Upacara ini menjadi ajang untuk mengungkapkan rasa syukur, mempererat hubungan sosial, dan melestarikan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

 

Adapun rangkaian pelaksanaan upacara Ruwatan Bumi hari kedua, hal ini merupakan sebuah perayaan yang penuh dengan makna mendalam dan kearifan lokal, memancarkan keindahan dan keterikatan spiritual dalam setiap tahapannya:

 

1. Dadahut

 

Dimulai jauh sebelum acara utama, masyarakat bergotong-royong dalam mempersiapkan segala sesuatu. Mereka membentuk panitia, melakukan musyawarah, mengumpulkan dana, dan merencanakan segala detail, termasuk mempersiapkan makanan dan perlengkapan khusus seperti gapura dan sawen yang terbuat dari daun kawung. Kegiatan dadahut ini diawali sekitar sebulan sebelum upacara dilangsungkan, mencerminkan tekad mereka untuk membuat perayaan ini berjalan lancar.

 

2. Ngadieukeun

 

Di dalam gua yang penuh makna simbolis, ketua adat memimpin ritus Ngadieukeun. Mereka menyajikan sesajen sebagai ungkapan permohonan izin dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa, berharap agar seluruh komunitas dan kampung dapat dijauhkan dari ancaman bencana. Langkah ini adalah wujud rasa ketergantungan pada kekuatan yang lebih tinggi.

 

3. Ijab Kabul Motong Munding

 

Pemotongan kerbau menjadi bagian penting dalam rangkaian ini. Prosesi ini ditemani oleh doa-doa yang mohon petunjuk dan berkah. Sebelum pemotongan, kata-kata bijak dari ketua adat mengarahkan perhatian pada tujuan yang lebih besar di balik seluruh perayaan ini.

 

4. Ngalawar

 

Ngalawar, tindakan meletakkan dan menyimpan sesajen di berbagai sudut kampung, merupakan penghormatan pada leluhur. Dimulai dengan meletakkan sesajen di tengah kampung dan berlanjut ke keempat sudut, prosesi ini mengandung makna penghormatan dan penghargaan pada leluhur serta persembahan dari masyarakat.

 

5. Salawatan

 

Masyarakat berkumpul di mesjid untuk bersama-sama mengucapkan puji-pujian kepada Tuhan dan Nabi Muhammad. Ini adalah ekspresi spiritual yang mencerminkan rasa penghormatan dan kesatuan dalam doa dan puji-pujian.

 

6. Pertunjukan Seni Gembyung

 

Pada malam hari, seni Gembyung tampil dalam pertunjukan yang penuh keindahan. Ini adalah momen untuk meramaikan suasana upacara dengan kesenian khas yang memikat.

 

7. Numbal

 

Upacara Numbal melibatkan penguburan sesajen dan makanan yang terbuat dari beras. Tujuannya adalah untuk memberikan kesejahteraan pada hasil bumi dan aktivitas masyarakat. Bahan-bahan seperti kelapa hijau, seupahun, telur, gula merah, dan lainnya mengisi makna dalam tindakan ini.

 

8. Helaran

 

Masyarakat beriringan menuju makam leluhur dalam helaran yang meriah. Keberagaman seni dan budaya lokal membangkitkan semangat dan keceriaan dalam perjalanan ini.

 

9. Sawer

 

Pengucapan syair buhun dalam Sawer mengandung pujian kepada Tuhan, leluhur, dan entitas spiritual lainnya. Ini adalah bentuk penghormatan dan pernyataan syukur yang dalam.

 

10. Ijab Rosul

 

Sebagai penutup, ritual Ijab Rosul diikuti oleh sesepuh adat untuk mengumumkan kesuksesan pelaksanaan upacara. Rasa syukur kepada Tuhan dan leluhur atas kelancaran acara ini terpancar dalam tindakan ini.

 

Rangkaian perayaan Ruwatan Bumi tidak sekadar merupakan warisan budaya, tetapi juga cerminan dari rasa syukur, penghormatan pada leluhur, serta usaha untuk menjaga harmoni antara manusia, alam, dan spiritualitas. Setiap langkah dalam upacara ini membawa makna yang mendalam, dan setiap tahapannya mengilustrasikan kedalaman keyakinan dan kesatuan dalam menjaga hubungan bermakna dengan alam semesta.

 

Editor: Ani

 

Exit mobile version