Site icon Kolom Desa

Tradisi Toron Warga Madura Menjelang Hari Besar Islam

Tradisi Toron Warga Madura Menjelang Hari Besar Islam

Tradisi Toron (mudik) Masyarakat Pulau Madura. Sumber foto: Website Pemprov Jawa Timur

SUMENEP – Menjelang Hari Besar Islam, masyarakat Pulau Madura Jawa Timur berbondong-bondong melakukan tradisi ‘Toron‘. Lazimnya, tradisi Toron adalah kegiatan mudik warga Madura yang hidup (bekerja) di perantauan ketika menjelang hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha.

 

Istilah toron sendiri menjadi emosional karena juga dimaknai sebagai kesempatan mereka untuk bertemu orang tua, tetangga, hingga teman lama di tanah lahirnya. Toron sendiri merupakan perkembangan dari kata ‘toronan’ atau dalam bahasa Indonesia berarti keturunan atau turunan.

 

Dalam makna lain, tradisi Toron merupakan upaya merawat ‘toronan keluarga’. Budayawan Madura, Abrari Alzael menjelaskan bahwa tradisi Toron yang dilakukan warga Madura dapat dibedakan menjadi dua.

 

Pertama ialah Toron yang bermakna turun atau pulang ke tanah kelahirannya. Kedua, ada Toron Tana yang berarti turun ke tanah. Toron Tana merupakan tradisi ritual bagi masyarakat Madura sebagai tanda bahwa seorang bayi sudah dibenarkan dapat menyentuh tanah pertama kali.

 

“Jadi mudik di Madura itu, tidak hanya Idulfitri saja, tetapi saat Iduladha, Maulid Nabi, hajatan, famili haji, kelahiran. Kemudian ketika ada keluarga yang wafat, maka orang Madura yang sedang merantau pasti pulang kampung,” ujar Abrari.

 

Sosiolog Universitas Airlangga, Bagong Suyanto menjelaskan tradisi Toron dimaknai perantau Madura sebagai cara mereka menyambung kekeluargaan setelah kembali dari perantauan.

 

Seiring waktu, Toron kemudian dipandang sebagai sebuah tuntutan sosial bagi para perantau asal Madura agar tidak lupa kampung halaman. Ketika Iduladha, orang Madura memaknainya sebagai waktu untuk bersedekah yang secara kultural mendorong masyarakat Madura merasa harus pulang.

 

“Momentum Idul adha juga dimaknai orang Madura agar tidak lupa pada asal usulnya. Merefleksikan kekerabatan dan kohesi sosial masyarakat Madura,” ujar Bagong.

 

Menurut Bagong, masyarakat Madura yang merantau biasanya bertujuan meningkatkan kualitas ekonomi keluarga dengan mencari pekerjaan di luar Madura. Beragam simbol yang dibawa saat Toron atau mudik untuk nyambung bheleh oleh para perantau.

 

Biasanya para perantau dari Pulau Madura ini membawa terateran atau oleh-oleh yang ditujukan untuk tetangga, keluarga, dan ulama. Hal itu yang membuat tradisi Toron tak dapat dilepaskan dari masyarakat Madura yang merantau.

 

Penulis: Danu

Editor: Rizal

Exit mobile version