KENDARI – Gubernur Sultra, Ali Mazi ingin status desa tertinggal di Kendari berkurang dan berubah menjadi desa berkembang serta desa mandiri mengingat saat ini masih banyak desa dengan status tertinggal di Kendari. Oleh karena itu, Gubernur Ali Mazi berharap dukungan materil maupun non materil dari stakeholder di Sultra.
“Semua pihak harus membangun komunikasi, koordinasi dan bersinergi dengan pemprov, pemkab, DPRD dan stakeholder lainnya seperti dunia usaha untuk memperoleh dukungan, baik materil maupun non materil yang diperlukan untuk pembangunan di desa,” kata Gubernur Ali Mazi dalam keterangan persnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPRD Sultra, Asrizal Pratama Putra meminta pemerintah untuk segera mengambil tindakan. Menurutnya jika masalah desa tertinggal dibiarkan akan berdampak pada sektor kehidupan masyarakat desa terutama masalah kesehatan, pendidikan, dan masalah sosial lainnnya.
“Pemerintah bisa mengintervensi lewat Dana Desa (DD). DD harus gunakan untuk membangun desa dan pemberian stimulus bantuan kepada masyarakat. Termasuk pembangunan sarana dan prasarana pedesaan,” kata Asrizal.
Ia juga meminta pemerintah dan stakeholder terkait untuk berkolaborasi dalam mengawasi penggunaan DD agar sesuai dengan peruntukannya.
“Kami siap mengawal seluruh program pembangunan desa. Termasuk jika ada insentif dari Pemprov dan pemkab, kita siap mendukung agar desa-desa kita bisa lepas dari kategori tertinggal dan sangat tertinggal menuju desa mandiri,”kata Asrizal.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Sultra, I Gede Panca menyebut di saat ini desa mandiri di Sultra baru empat desa. Ia menambahkan desa di Sultra berjumlah 1.908. Dari total jumlah desa itu, sekira 300-an desa kategori tertinggal. Lalu, 7 desa berstatus sangat tertinggal. Selebihnya, desa berstatus berkembang, maju dan mandiri.
“Kategori desa tertinggal ini karena faktor transportasi, dan komunikasi. Di Sultra ini, masih ada 146 desa yang tidak memiliki akses jaringan komunikasi,” ujarnya.
I Gede Panca menjelaskan, ada tiga indikator utama untuk menilai kategori desa tertinggal, sangat tertinggal, berkembang, maju dan mandiri. Pertama, masalah ekonomi terutama tata kelola keuangan desa.
“Semakin bagus tata kelola keuangannnya maka semakin maju desanya. Bahkan desa yang mandiri memiliki lembaga perbankan atau lembaga keuangan yang menampung semua hasil perekonomian masyarakat,” tuturnya.
Selanjutnya, indikator desa tertinggal dan sangat tertinggal disebabkan, desa itu belum bisa mengatur tata kelola keuangan desa. Termasuk DD yang belum digunakan ke hal-hal yang produktif untuk membuat perekonomian desa bertambah baik. Sedangkan, indikator desa berkembang adalah DD digunakan pada sektor produktif.
Adapun indikator desa mandiri, dilihat dari perilaku menabung masyarakat sehingga perbankan dapat menampung hasil produksi kegiatan ekonomi masyarakat.
Indikator kedua mengukur desa itu tertinggal, sangat tertinggal, berkembang, maju dan mandiri itu adalah aspek sosial. Pada aspek ini berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, hubungan antarmasyarakat, dan lembaga adat tumbuh berkembang di masyarakat.
Sebaliknya, aspek sosial di desa berkembang, maju dan mandiri itu semakin baik. Tidak banyak masyarakat putus sekolah, kondisi kesehatan masyarakat semakin baik, dan angka harapan hidup semakin baik pula. Termasuk lembaga sosial masyarakatnya yang mendukung keuangan desa. Seperti lembaga adat, lembaga sosial masyarakat, PKK dan dasawismanya.
Indikator ketiga adalah aspek ekologi. Hal ini berkaitan dengan lingkungan dan mitigasi bencana. Ciri desa maju dan mandiri itu mampu berupaya mencegah kerusakan lingkungan.
Oleh karena itu ia meminta agar aparatur desa di desa sangat tertinggal, tertinggal dan berkembang diberikan pelatihan, dan studi banding ke daerah maju dan mandiri, sehingga kompetensinya meningkat. Pengembangan kompetensi ini melalui lembaga kredibel seperti BPKP, Polri, dan Kejaksaan terutama dalam tata kelola DD dan ADD.
Penulis: Erdhi
Editor : Sol